BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Ekologi merupakan salah satu
komponen dalam sistem pengelolaan lingkungan
hidup bersama dengan
komponen lainnya untuk mendapatkan keputusan yang seimbang. Di alam terdapat
penopang kehidupan kita. Rusaknya proses ekologi tersebut akan membahayakan
kehidupan di bumi kita baik di masa kini maupun di masa yang akan datang.
Pembangunan dipengaruhi oleh lingkungan. interaksi antara lingkungan dan
pembangunan membentuk suatu sistem ekologi.
Pembangunan bertujuan untuk
meningkatkann mutu hidup dan kesejahteraan rakyat. Dalam usaha memperbaiki mutu hidup, kemampuan lingkungan mendukung
lingkungan pada tingkat yang lebih tinggi harus dijaga. Sebab, jika terjadi
kerusakan, bukannya perbaikan mutu hidup yang dicapai, melainkan justru
kemerosotan. Bahkan ekosistem tempat kita hidup akan mengalami kerusakan
sehingga menimbulkan masalah di kemudian hari. Pembangunan yang demikian
bersifat tidak berkelanjutan. Pembangunan tidak hanya menghasilkan manfaat
melainkan juga membawa resiko. Pada dasarnya pelaksanaan pembangunan selalu
bersifat dilema. Pada
umumnya para pelaksana proyek pembangunan lebih melihat manfaat daripada
resikonya karena mereka terdesak urgensi sasaran dan tekanan politik.
Betapapun, baik manfaat maupun resikonya harus diperhitungkan. Hanya
memperhatikan manfaat saja dapat membahayakan lingkungan. Sebaliknya jika hanya memperhatikan resikonya, akan menjadi kendala, sehingga
pembangunan tidak akan terlaksanakan dan
mutu hidup tidak akan meningkat. Karena itu keputusan untuk membangun harus
diambil. Masalahnya bukanlah membangun atau tidak membangun, melainkan
bagaimana membangun agar sekaligus mutu hidup dan mutu lingkungan meningkat
secara seimbang inilah yang disebut dengan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan.
Salah satu objek yang dapat dapat
kita kaji dalam kaitannya dengan ekologi
pembangunan adalah kawasan Taman Nasional Sembilang ( TNS ) yang berkaitan
dengan pembangunan pelabuhan Internasional Tanjung Api – Api. Taman Nasional
Sembilang mengingatkan kita tentang pentingnya konservasi kawasan hutan
ekosistem pesisir, dengan menunjuk langsung peranan hutan mangrove dalam
menyangga kehidupan perairan, temasuk memberi tempat perlindungan untuk para
burung migran. Namun sayang, pembangunan pelabuhan Imternasional Tanjung Api –
Api dikhawatirkan akan mengganggu
sistem alami di Taman
Nasional
Sembilang, meskipun proyek
pembangunan ini hanya memakan sebagian kecil wilayah Taman Nasional Sembilang ( TNS ).
1.2.Rumusan Masalah
Proyek
Pembangunan Pelabuhan Tanjung Api – Api menimbulkan kontroversi. Selain manfaat
dari segi ekonomi, juga terdapat masalah ekologinya. Dari keadaan ini timbul
permasalahan dalam pelaksanaanya.
1. Dengan memperhatikan manfaat pembangunan dan resiko
ekologinya, apakah pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dapat
dikembangkan di Sumatera Selatan, khususnya daerah konservasi lahan hutan
Mangrove di kawasan pesisir Timur Sumatera Selatan?
2. Apakah Proyek pembangunan Pelabuhan Tanjung Api – Api
membawa manfaaat yang besar dari aspek ekonomi sehingga proyek pembangunan
Pelabuhan Tanjung Api – Api dilaksanakan
meskipun telah terlihat bahwa terdapat
resiko ekologi yang mengancam sektor pariwisata?
1.3.Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini
yaitu sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui sektor pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
2. Mengetahui
manfaat dan resiko dari sektor pembangunan.
1.4.Metode Penulisan
Penulis menggunakan metode observasi
dan kepustakaan. Dalam metode ini, penulis membaca buku – buku yang berkaitan
dengan penulisan makalah ini. Selain itu penulis mengumpulkan informasi dan
data – data dari sumber – sumber yang relevan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Landasan Teori
Dalam
mengkaji masalah dalam karya tulis ini, penulis berlandaskan pada beberapa
teori yang berkaitan dengan ekologi pembangunan.
- Ekologi
“ Ekologi adalah proses
interaksi antara organisme dengan lingkungan hidupnya.”
( Soemarwoto, 1997 )
“ Inti permasalahan
lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia, dengan
lingkungan hidup ………oleh karena itu permasalahn lingkungan hidup pada
hakekatnya adalah permasalahan ekologi.” ( Soemarwoto, 1997 )
- Pembangunan
Menurut
Otto Soemarwoto ( 1997 ), syarat untuk dapat tercapainya pembangunan
berkelanjutan secara fisik yaitu tidak terjadinya kerusakan ekosistem tempat
kita hidup.
Menurut
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup,
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar
dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya ke dalam
proses pembangunan untuk mrnjamin kemampuan,, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan.
- Ekologi Pembangunan
“ Ekologi pembangunan adalah
proses interaksi antara pembangunan dengan ekologinya”. ( Soemarwoto, 1997 )
Otto
Soemarwoto ( 1997 ) mengatakan bahwa, manusia baik sebagai subjek maupun objek
pembangunan, merupakan bagian ekosistem. Pandangan holistik inilah yang dipakai
dalam ekologi pembangunan.
- Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Menurut Undang – Undang
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1997 Pasal 15,
“ Setiap
rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar
dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak
lingkungan hidup.’’
2.1.2. Kerangka Konsep
Ekologi
Pembangunan adalah interaksi antara pembangunan dan lingkungan hidup. Prinsip
pembangunan yaitu berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Banyak faktor yang
berpengaruh dalam pembangunan. Untuk lebih jelas dapat dilihat
pada kerangka konsep ekologi
pembangunan di bawah ini :
2.2.
MEGAPROYEK PELABUHAN
TANJUNG API – API DENGAN MANFAAT DAN RESIKO EKOLOGINYA
2.2.1. Taman Nasional Sembilang ( TNS )
Ekosistem hutan mangrove ( bakau )
saat ini sulit dijumpai di dunia. Burung – Burung migran asal Siberia, Semenanjung Kore, dan Jepang, mulai
kebingungan mencari tempat singgah yang kaya akan bahan makanan. Sampai
akhirnya burung – burung itu menemukan salah satu kawasan hutan mangrove
terluas di dunia. Kawasan
tersebut adalah Taman Nasional Sembilang. Taman Nasional Sembilang ( TNS )
terletak di pesisir timur kecamatan Banyuasin II, kabupaten Banyuasin, Provinsi
Sumatera Selatan. Luas kawasan Taman Nasional Sembilang ( TNS ) adalah
202.896,31 Ha yang terdiri dari 44,4 % hutan mangrove.
Taman Nasional Sembilang
terdiri dari kira-kira 87.000 ha hutan mangrove yang masih utuh. Meluas ke arah
darat hingga 35 km. Terdapat 17 spesies mangrove (yaitu 43% dari
seluruh spesies mangrove yang ada di Indonesia) yang ditemukan, meliputi Sonneratia
alba, Avicennia marina (langsung di garis pantai); Rhizophora
mucronata, R. apiculata, Bruguiera gymnorhiza, dan Xylocarpus
granatum (jauh ke daratan pada tanah dengan salinitas rendah dan padat).
Di Taman
Nasional
Sembilang terdapat
53 spesies mammalia (Danielsen & Verheught 1990, PBS data) diantaranya spesies
berang-berang yang ada di kawasan Indo-Malaya (Lutra lutra), spesies
kucing besar (Felis marmorata, Felis viverrina, Felis bengalensis,
Felis temminckii, Neofelis nebulosa) dan Harimau Sumatera Panthera
tigris sumatrae), juga Musang Air (Cyanogale bennettii). Selain
itu terdapat lima primata
termasuk Ungko (Hylobates agilis), Kera Ekor Panjang (Macaca
fascicularis), Beruk (M. nemestrina), dan Lutung Kelabu (Presbytis
cristata),
Terdapat 213 spesies burung pernah tercatat di kawasan
TN Sembilang (data PBS). Spesies burung ini meliputi spesies penetap (resident)
yang terancam seperti Pecuk-ular Asia (Anhinga melanogaste), koloni
terakhir dari Undan (Pelecanus philippensis) di region Indo-Malaya,
Bangau Storm (Ciconia stormi), lebih dari 1.000 ekor Bangau Bluwok (Mycteria
cinerea), lebih dari 300 ekor Bangau Tongtong (Leptoptilos javanicus),
Cangak Sumatera (Ardea sumatrana), Rangkong Badak (Buceros
rhinoceros), Rangkong Helm (Rhinoplax vigil), Rangkong Hitam (Antrhacoceros
malayanus), serta lebih dari 25 spesies burung air migran, termasuk
10.000-13.000 Trinil-lumpur Asia (Limnodromus semipalmatus), 28 ekor
Trinil Nordmann (Tringa guttifer), lebih dari 2.600 Gajahan Timur
(Numenius madagascariensis), dan beberapa ribu individu spesies dara
laut (Sternidae). Dataran lumpur Banyuasin juga merupakan tempat mencari
makan bagi ratusan Bangau Bluwok, Bangau Tongtong, dan Ibis-Cucuk Besi (Threskiornis
melanocephalus), dan juga lebih dari 2.000 spesies Kuntul (Silvius,
1986).
Dalam kawasan TN
Sembilang tercatat ditemukan Buaya Muara (Crocodylus porosus) dan
spesies Buaya Sinyulong (Tomistoma schlegelii) pernah tercatat ditemukan
di rawa-rawa air tawar di belakang hutan mangrove. Kawasan ini juga
merupakan habitat bagi berbagai spesies ular seperti Ular Cincin Mas (Boiga
dendrophila), Ular Sawah (Phyton sp.) dan species kura-kura air
tawar.
Terdapat 142 spesies ikan
dari 43 familia (Yunus, 1980), 38 spesies kepiting (IPB, 1975) dan sedikitnya
13 spesies udang dari 9 familia (Eskapindo Matra,
1987). Beberapa spesies
ikan yang bernilai ekonomi antara lain Ikan Sembilang (Plotusus canius),
Gulamah (Johnius sp.), Layur (Trichiurus sp.), Manyung (Arius
maculatus), Selar (Caranx sp.), Belanak (Mugil sp.), Teri (Stolephorus
sp.), Tenggiri (Scomberomorus sp.) dan Petek (Leiognathus sp.).
Pemandangan
di Sepanjang pesisir pantai menakjubkan setiap orang yang melihat. Ribuan burung – burung dapat disaksikan di Taman Nasional Sembilang yang mencapai
puncaknya pada bulan Oktober.
Atraksi
burung migran ini
menarik untuk diamati karena dapat mendengar secara langsung suara gemuruh
burung-burung tersebut terbang bersamaan dan menutupi suara debur ombak Selat
Bangka. Belasan elang
laut, raja pemangsa perairan, melayang-layang mengintai mangsa. Kehadiran
elang-elang berbulu coklat dan kepala putih itu semakin menguatkan aroma
kehidupan liar di kawasan Taman Nasional Sembilang. Deretan vegetasi nipah,
Nibung, dan api-api, menjadi sarang kera ekor panjang. Satu pohon bisa dihuni
oleh puluhan kera. Taman Nasional Sembilang menyimpan pesona alam yang alami
untuk berekreasi.
2.2.2. Proyek pembangunan pelabuhan Tanjung Api – Api
Terlepas dari keindahan
Taman Nasional Sembilang, masalah yang dapat mengancam kelangsungan ekosistem
di Taman Nasional Sembilang dengan dijalankannya proyek pemerintah yang
menkonservasi sebagian kawasan Taman Nasional Sembilang ( TNS ) .Di balik
proyek pembangunan tersebut, ada manfaat dan juga resiko ekologinya.
Selama
ini Sumatera Selatan hanya mengandalkan pelabuhan Boom Baru sebagai terminal
pelabuhan laut.
Namun saat ini pelabuhan
Boom Baru tidak dimungkinkan lagi untuk dimasuki oleh
kapal-kapal besar, apalagi dengan muatan tonase tinggi. Dengan situasi
demikian, cukup masuk akal jika Sumatera Selatan harus mengembangkan pelabuhan
samudra alternatif di luar pelabuhan laut Boom Baru yang ada saat ini.Hingga akhirnya pemerintah memilih peisisir Sumatera
Selatan menjadi alternatif.
Menurut
Sumber terkait, Perencanaan pembangunan pelabuhan
samudra Tanjung Api-Api, sesungguhnya telah disusun cukup lama, yaitu sejak
tahun 1989 atas kerjasama Pemerintah Indonesia (Departemen Pekerjaan Umum) dan
Commission of The European Communities. Dalam perencanaan itu, disebutkan bahwa
luas kawasan lahan yang akan digunakan
dalam projek
ini seluas 97.196,825 meter persegi, yang akan dibagi dalam 3 bagian. 13 ribu hektar untuk sub
kawasanpelabuhan, 9.324,35
hektar untuk kawasan penunjang dan utilitas,
dan 4.000 hektar untuk kawasan penunjang.
Di
dalam pelaksanaannya,
yang kemudian menjadi persoalan bagi ekologi disekitarnya adalah posisi projek yang
sangat berdekatan dengan kawasan Taman Nasional
Sembilang ( TNS) (kisaran
jarak hanya ±5 Km). Padahal kawasan yang berdasarkan
SK Menhut No. 85 Tahun 2003, yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi tersebut, banyak menyimpan kekayaan
biodiversity ( keanekaragaman
hayati ). Para pemerhati lingkungan
mengkhawatirkan, keberadaan pelabuhan Tanjung Api – Api di sekitar wilayah konservasi itu, akan
berpotensi dalam mempengaruhi ekosistem alami Taman Nasional Sembilang, termasuk terhadap
ekosistem Hutan Bakau dan Nipah.
Karena Pembangunan
jalur kereta api menuju Pelabuhan Tanjung Api-api dipastikan akan menembus
hutan bakau di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, sepanjang 24 kilometer.
Sebagai
gambaran umum,
di semenanjung Banyuasin (
termasuk
sekitar kawasan pelabuhan Tanjung Api-Api
),
banyak terdapat dataran lumpur yang terbentuk secara alami akibat pengaruh dari
sedimentasi lumpur yang terbawa arus sungai yang ditangkap oleh akar-akar pohon
bakau. Dataran lumpur ini memiliki fungsi ekologis dan merupakan bagian dari Taman Nasional Sembilang. Menurut Komite
Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah (2004), kawasan
yang kelihatannya seperti tandus ini sebetulnya sangat subur karena banyak
menerima suplai nutrient dan dihuni oleh berbagai jenis organisme bentik.
Ketika air surut, kawasan ini menjadi surga makan bagi burung air, sedangkan di
saat pasang akan dipenuhi oleh berbagai jenis ikan yang menguntungkan bagi para
nelayan. Dalam dokumen tersebut juga dinyatakan, bahwa Semenanjung Banyuasin
adalah salah satu daerah yang memiliki ekosistem dataran lumpur yang sangat
luas. Dataran lumpur di wilayah ini dapat menjorok sejauh ke arah laut lebih
dari 1,5 km dari garis pantai, dengan kondisi dinamis yang dipengaruhi oleh
pasang surut dan sedimentasi yang terjadi. Setiap tahunnya jutaan burung migran
memanfaatkan kawasan ini untuk beristirahat dalam perjalanan migrasinya.
2.2.3. Konservasi Kawasan Hutan Lindung
Mangrove
Mangrove
atau hutan bakau menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 adalah kawasan pesisir laut
yang merupakan habitat alami hutan bakau, yang berfungsi memberi perlindungan
kepada perikehidupan pantai dan lautan.
Menurut informasi, telah
direncanakan, bahwa pembangunan pelabuhan TAA, akan mengkonservasi kawasan lindung mangrove seluas
5.960,23 hektar.
Ditinjau
dari aspek
sosial, ekonomi dan ekologi, hutan
mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropika yang mempunyai manfaat ganda
dengan pengaruh yang sangat luas. Besarnya peranan hutan atau ekosistem
mangrove bagi kehidupan, dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan, baik yang
hidup di dalam perairan, di atas lahan maupun tajuk-tajuk pohon mangrove.
Menurut
para ahli bahwa hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang unik, yang
memiliki karakteristik dengan fungsi bermacam-macam, yaitu fungsi fisik,biologi
dan ekonomi atau produksi. Fungsi fisik: Secara fisik hutan atau ekositem
mangrove dapat menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan
tebing sungai, mencegah terjadinya erosi laut, serta sebagai perangkap zat-zat
pencemar dan limbah. Fungsi
Biologi: Secara biologi hutan atau ekosistem
mangrove mempunyai fungsi sebagai daerah asuhan pasca larva dan yuwana
jenis-jenis tertentu dari ikan, udang dan bangsa krustasea lainnya, serta
menjadi tempat kehidupan jenis-jenis kerang dan kepiting, tempat bersarang
burung-burung dan menjadi habitat alami bagi berbagai jenis biota. Fungsi ekonomi atau fungsi
produksi: Ekosistem dan hutan mangrove juga sejak lama telah dimanfaatkan oleh
masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Saeger et al. (1983) mencatat 67 macam
produk yang dapat dihasilkan oleh ekosistem hutan mangrove dan sebagian besar
telah dimanfaatkan oleh masyarakat.
2.2.4. Analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup (
AMDAL )
Pembangunan yang
memungkinkan timbulnya dampak penting terhadap lingkungan hidup harus membuat
analisis mengenai dampak lingkungan hidup ( AMDAL ). AMDAL diperlukan untuk menjaga
kualitas lingkungan hidup agar tidak rusak karena dengan adanaya proyek
pembangunan. Undang – Undang dan Pemerintah menghendaki agar semua proyek
pembangunan harus melampirkan sertifikat AMDAL.
Peranan AMDAL sebagai studi
kelayakan. Hasil dari Analisis mengenai Dampak Lingkungan dapat menjadi acuan pemerintah dalam mengarahkan dan
mengawasi pembangunan. Agar dapat menghindari akibat sampingan yang merugikan
dan tidak diiinginkan terjadinya dampak negative dari proyek pembangunan pada lingkungan hidup dan
sumber daya alam, juga untuk menghindari terjadinya perselisihan antar proyek
pembangunan lainnya. Dengan demikian AMDAL dapat dijadikan tolak ukur dalam
pengambil keputusan apakah proyek boleh dilaksanakan atau dibatalkan. Jadi
pemerintah mengambil keputusan berdasarkan AMDAL.
Laporan AMDAL merupakan
dokumen yang penting sebagai bahan atau sumber informasi yang cukup detail
menenai keadaan lingkungan pada waktu penelitian, proyek dan gambaran keadaan
lingkungan di masa yang akan datang.
AMDAL
Projek Pelabuhan Tanjung Api – Api ( TAA )
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999, Tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup, di dalam ketentuan umum peraturan itu dijelaskan, bahwa untuk
merencanakan suatu usaha dan/atau kegiatan, diperlukan telaah yang cermat dan
mendalam tentang berbagai dampak besar dan penting yang diakibatkan dari usaha
dan/atau kegiatan tersebut. Hal ini dimaksudkan, agar secara jelas dapat
dipahami berbagai konsekuansi yang dimungkinkan akibat dari penjalanan usaha/kegiatan
itu.
Sementara
dalam kegiatan projek pelabuhan Tanjung
Api - Api, di dalam dokumen AMDAL, sangat
minim sekali informasi terkait dengan tinjauan biodiversity kawasan Taman Nasional Sembilang, serta berbagai
konsekuensi yang dimungkinkan mempengaruhi kehidupan ekosistem di dalamnya.
Keberadaan hutan mangrove pun
tidak dimasukkan di dalam analisis dokumen AMDAL TAA. Padahal kawasan mangrove
yang terletak di sepanjang Sungai Banyuasin sampai ke pantai timur itu,
merupakan kawasan mangrove terpanjang di Asia (kurang lebih 30 km)
Dari
hasil observasi beberapa data dan informasi, proyek pembangunan Pelabuhan
Tanjug Api – Api membawa keuntungan ditinjau dari aspek ekonomi bagi Sumatera
Selatan. Karena dapat menjadi “ Tambang Emas” bagi Sumatera Selatan jika
nantinya pelabuhan ini mulai berfungsi. Selain itu juga membawa keuntungan bagi
kesejahteraan masyarakat di sekitar Proyek pembangunan baik saat pembangunan
maupun pasca pembangunan. Selama proyek pembangunan dijalankan, telah terlihat
perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Tidak sedikit
warga yang bekerja sebagai supir truk proyek pembangunan jalan dan pelabuhan
TAA, Sebagian lagi membuka warung di jalan – jalan dekat lokasi pembangunan.
Bahkan warga yang dulunya berprofesi sebagai nelayan, beralih menjadi pedagang.
Dari kenyataan tersebut, dapat dilihat bagaimana perkembangan daerah tersebut
kelak setelah pelabuhan berfungsi. Ekonomi masyarakat di sekitar daerah tersebut akan meningkat dan lebih
sejahtera. Dan secara tidak langsung akan menambah Pendapatan daerah Sumatera
Selatan karena Pelabuhan Tanjung Api – Api merupakan Pelabuhan Laut bertaraf
Internasional. Diharapkan dengan adanya Pelabuhan Internasional ini akan dapat
membawa nama Sumatera Selatan di mata dunia dengan Pelabuhan TAA – nya sebagai
primadona.
Namun di samping manfaat dari aspek
ekonomi terdapat resiko ekologinya. Tergambar bahwa di balik pembangunan
Tanjung Api – Api banyak resiko Ekologinya terhadap Taman Nasional Sembilang (
TNS ) yang berada dekat dengan proyek pembangunan pelabuhan tersebut.
Pertama, kapal-kapal ditakutkan akan melewati titik-titik
singgah burung migran. Ekosistem yang berubah akan membuat burung migran tak
mau singgah. Pohon bakau yang rusak, tidak mampu menahan lumpur dan
burung-burung dan hewan lain akan kehilangan makanannya. Itu berarti, akan ada
banyak burung migran yang mati karena tidak bisa beristirahat dan memperoleh
makanan.
Kedua, Hutan Mangrove akan rusak karena perekonomian
sekitar pelabuhan akan hidup. Padahal, tanaman bakau sangat sensitif dengan
perubahan ekosistem.
Untuk itu kiranya perlu dievaluasi kembali rencana pembangunan Pelabuhan TAA yang penempatannya berada di dalam kawasan Hutan Lindung Air Telang dan sekitar Taman Nasional Sembilang, dengan memperhatikan asfek ekologi kawasan secara lebih mendalam dan meluas
Untuk itu kiranya perlu dievaluasi kembali rencana pembangunan Pelabuhan TAA yang penempatannya berada di dalam kawasan Hutan Lindung Air Telang dan sekitar Taman Nasional Sembilang, dengan memperhatikan asfek ekologi kawasan secara lebih mendalam dan meluas
Namun
demikian, kiranya pelaksanaan pelabuhan laut alternatif tersebut, harus pula
memperhatikan banyak aspek
di dalamnya. Kajian secara komprehensif dan mendalam, terkait dengan dampak
yang ditimbulkan dari usaha tersebut, baik secara sosial, ekonomi, dan
lingkungan, dengan melibatkan banyak fihak, terutama masyarakat sekitar wilayah
projek, merupakan tahapan yang harus dijalankan oleh pemerintah. Dalam hal ini,
transparansi, obyektifitas, dan keprofesionalan harus menjadi prasyarat,
sehingga hasil dari proses identifikasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat..Ada
baiknya pengerjaan projek pelabuhan TAA untuk sementara ini dihentikan terlebih
dahulu. Proses legal formal seperti AMDAL harus dikaji ulang , sambil menunggu
hasil penyidikan terhadap dugaan KKN yang melibatkan pejabat di lingkungan Pemerintahan Sumatera
Selatan terkait dugaan “suap” dalam proses alih fungsi lahan “Hutan Mangrove”,
yang dilakukan oleh seorang anggota Komisi IV DPR RI yang saat
ini tengah dikembangkan KPK.
Oleh karena itu, konsep Pelabuhan Tanjung Api-Api harus
direncanakan dengan matang. Mulai dari jalurnya hingga
pengembangan kawasan perekonomiannya. Pembangunan dapat terus dilakukan menyangkut aspek ekonomi yang besar bagi pemerintah maupun masyarakat namun jalur
pengembangan harus di rancang lebih baik agar mutu hidup manusia dan mutu
lingkungan hidup berjalan seimbang. Dan tetap pada prinsip pembangunan yaitu
pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
- Pembangunan dapat di kembangkan di kawasan Tanjung Api – Api. Namun untuk menuju pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan harus ditinjau dari segi ekologi di sekitar kawasan tersebut mengingat di daerah tersebut terdapat objek pariwisata yang menyimpan biodiversity yang ekosistemnya langka dan perlu dilestarikan. Sehingga jalur pengembangan proyek pembangunan Pelabuhan tidak memakan kawasan Taman Nasional yang berakibat pada kerusakan lingkungan.
- proyek pembangunan Pelabuhan Tanjug Api – Api membawa keuntungan ditinjau dari aspek ekonomi bagi Sumatera Selatan. Ekonomi masyarakat di sekitar daerah tersebut akan meningkat dan lebih sejahtera. Dan secara tidak langsung akan menambah Pendapatan daerah Sumatera Selatan karena Pelabuhan Tanjung Api – Api merupakan Pelabuhan Laut bertaraf Internasional. Diharapkan dengan adanya Pelabuhan Internasional ini akan dapat membawa nama Sumatera Selatan di mata dunia dengan Pelabuhan TAA – nya sebagai primadona.
Namun di samping
manfaat dari aspek ekonomi juga terdapat resiko ekologinya. Tergambar bahwa di
balik pembangunan Tanjung Api – Api banyak resiko Ekologinya terhadap Taman
Nasional Sembilang ( TNS ) yang berada dekat dengan proyek pembangunan
pelabuhan tersebut.
Oleh karena
itu, konsep Pelabuhan Tanjung Api-Api harus direncanakan dengan matang. Mulai
dari jalurnya hingga pengembangan kawasan perekonomiannya. Pembangunan dapat terus dilakukan menyangkut aspek
ekonomi yang besar bagi pemerintah
maupun masyarakat namun jalur pengembangan harus di rancang lebih baik agar
mutu hidup manusia dan mutu lingkungan hidup berjalan seimbang. Dan tetap pada
prinsip pembangunan yaitu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan.
3.2.
Saran
1.
Bagi
Instansi Pemerintah
Pemerintah
hendaknya lebih transparan dalam hal legalitas. Sehingga tidak menimbulkan
masalah di kemudian hari. Informasi mengenai Dampak Lingkungan Hidup harus
melibatkan masyarakat di sekitarnya.
2.
Bagi
Masyarakat
Masyarakat
sebaiknya lebih tanggap terhadap kondisi lingkungan dan prospek kerja di
sekitar Pelabuhan T.A.A guna meningkatkan taraf hidup mereka. Selain itu tetap
menjaga keseimbangan alam sehingga mutu hidup dan lingkungan berjalan selaras.
3.
Bagi
Pelaksana Proyek Pembangunan Pelabuhan T.A.A
Bagi pelaksana hendaknya melaksanakan proyek sesuai
dengan prosedur yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar