Kamis, 20 September 2012

PANCASILA JATI DIRI BANGSA INDONESIA

PANCASILA JATI DIRI BANGSA INDONESIA



BAB I
Oval: BAB I
PANCASILA JATIDIRI BANGSA INDONESIA
A. Pengantar
D
alam upaya untuk membahas dan memahami Pancasila sebagai jatidiri bangsa Indonesia, terdapat beberapa permasalahan mendasar yang memerlukan klarifikasi lebih dahulu, agar memudahkan dalam usaha implementasinya dalam kehidupan nyata. Permasalahan tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama-tama perlu difahami dan dibahas makna jatidiri, apakah jatidiri itu, apakah suatu bangsa memerlukan jatidiri untuk melestarikan existensinya. Apa kedudukan jatidiri bagi suatu bangsa. Bagaimana suatu bangsa yang tidak memiliki suatu jatidiri.
Masalah yang kedua adalah menyangkut persoalan bangsa, apakah pada era globalisasi ini masih pada tempatnya untuk membicarakan peran dan kedudukan bangsa dalam percaturan global yang berindikasi tak bermaknanya batas-batas antar negara. Ada pihak-pihak yang mengatakan bahwa dengan globalisasi ini berakhirlah peran dan kedudukan negara bangsa. Apakah bangsa Indonesia perlu tetap exist dalam menghadapi era globalisasi ini.
Masalah ketiga adalah menyangkut Pancasila itu sendiri. Benarkah Pancasila sebagai jatidiri bangsa Indonesia. Apakah Pancasila ini bukan hanya sekedar suatu rekayasa politik yang tidak memenuhi syarat bagi suatu jatidiri. Prinsip dasar dan nilai dasar mana saja yang terdapat dalam Pancasila.
Masalah terakhir adalah bagaimana implementasi Pancasila ini dalam kehidupan yang nyata. Kalau Pancasila memang merupakan jatidiri bangsa Indonesia, seharusnya telah ada dalam kehidupan yang nyata dalam masyarakat. Mengapa masih memerlukan sosialisasi.

B. Jatidiri

Jatidiri yang merupakan terjemahan identity adalah suatu kualitas yang menentukan suatu individu atau entitas, sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang membedakan dengan individu atau entitas yang lain. Kualitas yang menggambarkan suatu jatidiri bersifat unik, khas, yang mencerminkan pribadi individu atau entitas dimaksud. Jatidiri akan mempribadi dalam diri individu atau entitas yang akan selalu nampak dengan konsisten dalam sikap dan perilaku individu dalam menghadapi setiap permasalahan.
Dalam mengadakan reaksi terhadap suatu stimulus, individu tidak secara otomatis mengadakan respons terhadap stimulus tersebut, tetapi organisme atau individu yang bersangkutan memberikan warna bagaimana respons yang akan diambilnya. Setiap organisme memiliki corak yang berbeda dalam mengadakan respons terhadap stimulus yang sama. Hal ini disebabkan oleh jatidiri yang dimiliki setiap organisme, individu atau entitas, meskipun dapat saja respons ini disadari atau tidak.
Meskipun diakui dalam perjalanan hidupnya suatu individu dalam menghadapi permasalahan mengalami perkembangan dan perubahan dalam mengadakan reaksi terhadap suatu permasalahan yang berulang, tetapi pada hakikatnya selalu bersendi pada kualitas dasar yang telah mempribadi, yang menjadi jatidiri individu dimaksud.
Adanya jatidiri pada suatu individu, khususnya manusia, memang merupakan karunia Tuhan. Suatu bukti menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki ciri khusus secara fisik dalam bentuk sidik jari, dan DNA . Sehingga dianggap wajar dalam segi mental manusia juga memiliki ciri khusus yang membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lain. Sehingga mendudukkan manusia sesuai dengan harkat dan martabat dengan setara, dan menghormati jatidiri manusia merupakan suatu tindakan moral terpuji.
Dengan memiliki jatidiri dan menerapkan secara konsisten, seseorang tidak akan mudah terombang-ambing oleh gejolak yang menerpanya. Ia memiliki harga diri, dan kepercayaan diri, sehingga tidak mudah tergiur oleh rayuan yang menyesatkan. Dari uraian tersebut jelas bahwa jatidiri sangat diperlukan bagi seseorang dalam mencapai sukses dalam membawa dirinya.
Timbul suatu pertanyaan, apakah suatu bangsa, khususnya negara-bangsa memerlukan jatidiri. Untuk menjawab pertanyaan ini nampaknya perlu disepakati lebih dahulu apa yang dimaksud dengan negara-bangsa.

C. Negara-Bangsa

Konsep negara-bangsa diduga baru lahir sekitar abad ke-sembilanbelas, mulai berkembang di Eropa, dan Amerika Utara, melebarkan sayapnya ke Amerika Latin dan Asia, dan kemudian ke Afrika. Bangsa, baru dikenal pada abad ke 19. Memang sebelum masa itu telah terdapat masyarakat yang mungkin sangat maju dan sangat berkuasa, tetapi tidak mencerminkan adanya suatu bangsa. Yang dikenal pada waktu itu adalah faham keturunan yang kemudian menciptakan dinasti-dinasti dan wangsa, yang berarti keluarga. Baru setelah terjadi revolusi Perancis pada akhir abad ke 18 dan permulaan abad ke 19 mulailah orang memikirkan masalah bangsa.
Otto Bauer seorang legislator dan seorang teoretikus yang hidup pada permulaan abad 20 (1881-1934), dalam bukunya yang berjudul Die Nationalitatenfrage und die Sozialdemokratie (1907) menyebutkan bahwa bangsa adalah: “Eine Nation ist eine aus Schikalgemeinschaft erwachsene Charactergemeinschaft.” Otto Bauer lebih menitik beratkan pengertian bangsa dari sudut karakter atau perangai yang dimiliki sekelompok manusia yang dijadikan jatidiri suatu bangsa. Karakter ini akan tercermin pada sikap dan perilaku warga-bangsa. Karakter ini menjadi ciri khas suatu bangsa yang membedakan dengan bangsa yang lain, yang terbentuk berdasar pengalaman sejarah budaya bangsa yang tumbuh dan berkembang bersama dengan tumbuh kembangnya bangsa.
Sebagai contoh dapat dikemukan di sini tradisi dan kultur Negara–bangsa Amerika Serikat yang dikemukakan oleh Jean J. Kirkpatrick, dalam bukunya yang berjudul Rationalism and Reason in Politics, yang menggambarkan jatidiri bangsa Amerika sebagai berikut:
1. Selalu mengedepankan konsensus sebagai dasar legitimasi otoritas pemerintah.
2. Berbuat realistik sebagai tolok ukur realisme yang mendorong adanya harapan besar apa yang dapat diselesaikan oleh politik.
3. Mempergunakan belief reasoning dalam menata efektifitas rekayasa (engineering) kegiatan politik.
4. Langkah dan keputusan yang deterministik dalam mencapai tujuan multi demensi sosial dengan selalu melalui konstitusi.
Contoh lain tentang terbentuknya karakter bangsa sebagai akibat pengalaman sejarah, misal negara-negara Eropa kontinental bersifat rasionalistik, Inggris emperik, Amerka scientific, India non-violence dengan Satyagrahanya, dan Indonesia integralistik dengan Pancasilanya.
Lain halnya dengan Ernest Renan seorang filsuf, sejarawan dan pemuka agama yang hidup antara tahun 1823 – 1892, yang menyatakan bahwa bangsa adalah sekelompok manusia yang memiliki kehendak untuk bersatu sehingga merasa dirinya satu, le desir d`etre ensemble. Dengan demikian faktor utama yang menimbulkan suatu bangsa adalah kehendak dari warga untuk membentuk bangsa.
Bangsa ini kemudian mengikatkan diri menjadi negara yang bersendi pada suatu idee. Hegel menyebutnya bahwa negara adalah penjelmaan suatu idee, atau “een staat is de tot werkelijkheid geworden idee.”
Teori lain tentang timbulnya bangsa adalah didasarkan pada lokasi. Tuhan menciptakan dunia ini dalam bentuk wilayah-wilayah atau lokasi-lokasi yang membentuk suatu kesatuan yang merupakan entitas politik. Bila kita lihat peta dunia maka akan nampak dengan jelas adanya kesatuan-kesatuan wilayah seperti Inggris, Yunani, India, Korea, Jepang, Mesir, Filipina, Indonesia. Wilayah-wilayah tersebut dibatasi oleh samudera yang luas atau oleh gunung yang tinggi atau padang pasir yang luas sehingga memisahkan penduduk yang bertempat tinggal di wilayah tersebut dari wilayah yang lain, sehingga terbentuklah suatu kesatuan yang akhirnya terbentuklah suatu bangsa. Teori inilah yang biasa diasebut sebagai teori geopolitik.
Istilah geopolitics yang merupakan singkatan dari geographical politics dikenal sesudah terjadi Glorious Revolution Inggris, Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis, yang merupakan titik awal kelahiran negara bangsa. Istilah ini diperkenalkan secara umum pada tahun 1900 oleh pemikir politik Swedia Rudolf Kjellen dengan menyebut tiga demensi geopolitk yakni:
1. Environmental, yaitu fisik geografis negara bangsa, dengan kekayaan alamnya dan segala limitasinya untuk tujuan pembangunan dan masa depan negara bangsa.
2. Spatial, yakni distribusi lokasi dengan faktor-faktor strategis bagi pertahanan negara bangsa, dan
3. Intellectual, yakni segala pemikiran dan konsep yang demokratis ideal bagi masa depan rakyatnya.
Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia, bahwa bangsa menurut hukum adalah rakyat atau orang-orang yang ada di dalam suatu masyarakat hukum yang terorganisir. Kelompok orang-orang yang membentuk suatu bangsa ini pada umumnya menempati bagian atau wilayah tertentu, berbicara dalam bahasa yang sama, memiliki sejarah, kebiasaan, dan kebudayaan yang sama, serta terorganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat. Pengertian bangsa semacam ini adalah yang biasa disebut negara bangsa atau nation state yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki cita-cita bersama yang mengikat warganya menjadi satu kesatuan.
2. Memiliki sejarah hidup bersama, sehingga tercipta rasa senasib sepenanggungan.
3. Memiliki adat budaya, kebiasaan yang sama sebagai akibat pengalaman hidup bersama.
4. Memiliki karakter atau perangai yang sama yang mempribadi dan menjadi jatidirinya.
5. Menempati suatu wilayah tertentu yang merupakan kesatuan wilayah.
6. Terorganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat, sehingga warga bangsa ini terikat dalam suatu masyarakat hukum.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan:
1. Bahwa penduduk yang menempati ribuan kepulauan yang terbentang antara samudera India dan samudera Pasifik, dan di antara dua benua Asia dan Australia, memenuhi syarat bagi terbentuknya suatu negara-bangsa, yang bernama Indonesia. Hal ini juga telah dikukuhkan sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Bahwa suatu negara-bangsa memiliki ciri khusus yang membedakan dengan negara-bangsa yang lain berupa karakter atau perangai yang dimilikinya, idee yang melandasinya, sehingga merupakan pribadi dari negara-bangsa tersebut. Secara fisik ciri khusus ini dilambangkan oleh bendera negara, lagu kebangsaan dan atribut lain yang mewakili negara.
3. Bagi bangsa Indonesia ciri khusus ini di samping bendera Sang Saka Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, lambang negara Bhinneka Tunggal Ika, terdapat prinsip dasar dan nilai dasar yang dapat ditemukan pada Pembukaan UUD 1945, yang merupakan pribadi bangsa Indonesia.

D. Pancasila Jatidiri Bangsa Indonesia

Para founding fathers pada waktu merancang berdirinya negara Republik Indonesia membahas mengenai dasar negara yang akan didirikan. Ir. Soekarno mengusulkan agar dasar negara yang akan didirikan itu adalah Pancasila, yang merupakan prinsip dasar dan nilai dasar yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, yang mempribadi dalam masyarakat dan merupakan suatu living reality. Pancasila ini sekaligus merupakan jatidiri bangsa Indonesia.
Namun dalam memasuki abad ke 21 perlu dipertanyakan, masih relevankah membahas Pancasila di era reformasi ini? Bukankah sejak bergulirnya reformasi orang enggan untuk berbicara Pancasila, bahkan TAP MPR No. II/MPR/1978 tentang P4 telah dicabut. Keengganan berbicara mengenai Pancasila mungkin disebabkan oleh berbagai alasan di antaranya:
1. Dengan runtuhnya Uni Sovyet yang berideologi komunis, orang meragukan manfaat ideologi bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Orang beranggapan bahwa ideologi tidak mampu memberikan jaminan kesejahteraan bagi rakyat penganutnya. Ideologi sekadar dipandang sebagai pembenaran terhadap kebijakan yang diperjuangkan oleh para elit politik.
2. Pancasila selama dua periode, yakni selama “Orde Lama” dan “Orde Baru” belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia mencapai kehidupan yang sejahtera bahagia, bahkan setiap periode berakhir dengan kondisi yang memprihatinkan. Orde Lama berakhir dengan tragedi G-30-S/PKI, Orde Baru berakhir dengan kondisi kehidupan yang diwarnai oleh KKN. Timbul pertanyaan mengapa Pancasila yang mengandung prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang baik dan benar, dalam prakteknya membawa berbagai bencana?
3. Terjadinya fobi dalam masyarakat terhadap pengalaman masa lampau yang mengangkat Pancasila menjadi ideologi bangsa untuk kemudian disakralkan dan dijadikan tameng bagi para penguasa. Pancasila dipergunakan oleh penguasa untuk mempertahankan kemapanan dan status quo. Sebagai akibat terjadilah penyimpangan-penyimpangan tindakan pada para penguasa dalam menentukan kebijakannya yang tidak sesuai lagi dengan hakikat Pancasila itu sendiri.
Hal-hal tersebut di atas yang di antaranya menyebabkan orang enggan untuk membicarakan ideologi, termasuk ideologi Pancasila. Sebagian orang beranggapan bahwa yang penting, pada dewasa ini, adalah bagaimana membawa rakyat dan bangsa Indonesia mencapai kesejahteraan lahir dan batin. Yang diperlukan adalah langkah nyata untuk mencapai maksud tersebut. Nampaknya mereka lupa, bahwa sikap semacam itu berdasar pada suatu ideologi tertentu juga.
Namun dewasa ini orang mulai memasalahkan Pancasila lagi, karena dengan berlangsungnya reformasi yang dilanda oleh berbagai faham atau ideologi seperti demokrasi yang bersendi pada faham kebebasan yang individualistik, dan hak asasi manusia universal, justru mengantar rakyat Indonesia kepada disintegrasi bangsa dan dekadensi moral. Orang mulai menilai lagi bahwa kejatuhan dari orde-orde terdahulu bukan karena orde tersebut menetapkan Pancasila sebagai dasar bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tetapi diduga karena orde-orde tersebut menyalah-gunakan Pancasila sekedar sebagai alat untuk mempertahankan hegemoninya, sehingga Pancasila tidak dilaksankan secara konsisten.
Analisis berbagai pihak juga berkesimpulan, apabila penyelenggaraan pemerintahan tidak melaksanakan Pancasila secara konsisten – murni dan konsekuen – maka akan mengalami kegagalan. Hal ini terbukti dari pengalaman sejarah baik selama Orde Lama maupun selama Orde Baru. Tiada mustahil bahwa Orde Reformasi, apabila tidak melaksanakan Pancasila secara konsisten dalam menerapkan kekuasannya akan mengulang lagi kekeliruan orde-orde terdahulu, yang akan berakhir dengan kejatuhan orde ini. Oleh karena itu orang mulai bertanya-tanya bagaimana Pancasila dapat dengan tepat dan benar melandasi dan bagaimana penerapannya bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

E. Mengapa Pancasila

Berikut disampaikan suatu uraian yang memberikan suatu justifikasi mengapa sejak merdeka pada tahun 1945, bangsa Indonesia selalu berpegang pada Pancasila, dan menetapkan sebagai dasar naegaranya. Justifikasi ini ditinjau dari sudut yuridik, filsafati dan sosiologik.

F. Justifikasi yuridik

Bila kita cermati secara mendalam nampak bahwa bangsa Indonesia berketetapan hati untuk selalu berpegang teguh pada Pancasila sebagai dasar negaranya. Hal ini tercermin dalam UUD yang pernah berlaku. Berikut disampaikan kutipan rumusan Pancasila dalam berbagai UUD tersebut.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang biasa disebut UUD 1945
Pembukaan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat
Mukaddimah
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam negara yang berbentuk republik federasi, berdasarkan pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, peri-kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial,
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3. Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia
Mukaddimah
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam negara yang berbentuk republik-kesatuan, berdasarkan pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, peri-kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara-hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna.
Demikianlah rumusan Pancasila yang terdapat dalam berbagai UUD yang pernah berlaku di negara Indonesia, meskipun secara explisit tidak disebut kata Pancasila itu. Dengan kata lain sejak kemerdekaannya pada tahun 1945 hingga kini bangsa Indonesia selalu menetapkan Pancasila sebagai dasar negaranya.
Di samping itu berbagai Ketetapan MPR RI menentukan pula kedudukan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Berikut disampaikan berbagai kutipan yang berkaitan dengan Pancasila yang terdapat pada berbagai TAP MPR RI dimaksud, khususnya TAP-TAP MPR RI yang dihasilkan selama era reformasi.
1. TAP MPR RI No.XVII/MPR/1998 tentang HAK ASASI MANUSIA
Pasal 2
Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Landasan
Bangsa Indonesia mempunyai pandangan dan sikap mengenai hak asasi manusia yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. TAP MPR RI No.XVIII/MPR/1998 tentang PENCABUTAN TAP MPR RI No.II/MPR/1978 tentang P4 (EKAPRASETIA PANCAKARSA) dan Penetapan tentang PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Pasal 1
Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
3. TAP MPR RI No.IV/MPR/1999 tentang GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA TAHUN 1999 – 2004
Dasar Pemikiran
Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Landasan
Garis-garis Besar Haluan Negara disusun atas dasar landasan idiil Pancasila dan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar 1945.
Misi
Untuk mewujudkan visi bangsa Indonesia masa depan, ditetapkan misi sebagai berikut: (1) Pengamalan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (2) dst.
4. TAP MPR RI No.V/MPR/2000 tentang PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL
Kondisi yang Diperlukan
(2) Terwujudnya sila Persatuan Indonesia yang merupakan sila ketiga dari Pancasila sebagai landasan untuk mempersatukan bangsa.
Arah kebijakan
(2) Menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara yang terbuka dengan membuka wacana dan dialog terbuka di dalam masyarakat sehingga dapat menjawab tantangan sesuai dengan visi Indonesia masa depan.
5. TAP MPR RI No.VI/MPR/2001 tentang ETIKA KEHIDUPAN BERBANGSA
Pengertian
Etika Kehidupan Berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.
Dari kutipan-kutipan yang tersebut di dalam berbagai TAP MPR RI di atas nampak dengan jelas betapa penting kedudukan dan peran Pancasila bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Berikut disampaikan garis besarnya:
1. Hak asasi manusia tidak dibenarkan bertentangan dengan Pancasila.
2. Pandangan dan sikap bangsa Indonesia mengenai hak asasi manusia berdasar pada Pancasila.
3. Pancasila harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
4. Tujuan nasional dalam pembangunan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila.
5. GBHN disusun atas dasar landasan idiil Pancasila.
6. Salah satu misi bangsa Indonesia dalam menghadapi masa depannya adalah: Pengamalan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
7. Pancasila sebagai landasan untuk mempersatukan bangsa.
8. Menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka.
9. Pancasila sebagai acuan dasar untuk berfikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.
Butir-butir tersebut terdapat dalam TAP-TAP MPR RI sehingga setiap warganegara wajib untuk mengusahakan agar prinsip-prinsip tersebut dapat dilaksankan secara nyata dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Suatu wacana yang mempersoalkan “Mengapa Pancasila” menjadi tidak relevan lagi dan menjadi obsolete.
G. Justifikasi teoretik-filsafati
Justifikasi teoretik-filsafati terhadap Pancasila adalah usaha manusia untuk mencari kebenaran Pancasila dari sudut olah fikir manusia, dari konstruksi nalar manusia secara logik. Kebenaran secara logik ini dapat ditinjau dari sisi formal, yakni tanggung jawab prosedural olah pikir tersebut, dan dari sisi material, yakni dari isi atau substansi yang menjadi pokok pikiran. Untuk praktisnya dalam mencari kebenaran Pancasila secara teoretik-filsafati ini tidak diuraikan secara terpisah antara kebenaran dari sisi formal dengan sisi material, tetapi secara bersamaan.
Pada umumnya dalam olah fikir secara filsafati, dimulai dengan suatu axioma, yakni suatu kebenaran awal yang tidak perlu dibuktikan lagi, karena hal tersebut dipandang suatu kebenaran yang hakiki. Demikian pula para founding fathers bangsa Indonesia dalam membuktikan kebenaran Pancasila dimulai dengan suatu axioma bahwa :”Manusia dan alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam suatu pertalian yang selaras atau harmoni.” Axioma ini dapat ditemukan rumusannya dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea kedua, keempat dan dalam batang tubuh pasal 29, sebagai berikut:
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
. . . , yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, . . . .
Pasal 29 ayat (1)
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
Sebagai bahan banding dapat dikemukakan di sini axioma yang dikemukakan oleh bangsa Amerika dalam menetapkan demokrasi sebagai dasar bagi negaranya sebagai berikut :”We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed by their Creator with certain unalienable Rights, that among these are Life, Liberty, and the pursuit of Happiness. – That to secure these rights, Governments are instituted among Men, deriving their just powers from the consent of the governed.” Makna self-evident adalah sama dengan axioma, suatu kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi, dan bila axioma ini salah maka akan gugurlah segala kebenaran yang terjabar dari axioma tersebut.
Marilah kita mencari kebenaran-kebenaran Pancasila dengan meninjau prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya dengan bertitik tolak dari axioma tersebut di atas.
1. Sebagai konsekuensi logis dari axioma tersebut di atas, maka lahirlah suatu pengakuan bahwa alam semesta, termasuk manusia, adalah ciptaan Tuhan, dan Tuhan telah mengaturnya dengan hukum-hukum yang pasti, dan telah menyediakan segala hal yang diperlukan untuk memelihara kelangsungan existensinya, serta telah membekali dengan kompetensi-kompetensi tertentu pada makhluk yang diciptakanNya, maka sudah sewajarnya bila manusia patuh dan tunduk kepadaNya. Existensi segala unsur yang tergelar di alam semesta ini memiliki missinya sendiri-sendiri sesuai dengan yang digariskan oleh Tuhan. Bahwa segala unsur yang terdapat di alam jagad raya ini memiliki saling ketergantungan yang membentuk suatu ekosistem yang harmonis. Masing-masing memiliki peran dan kedudukan dalam menjaga kelestarian alam semesta. Pengingkaran akan missi yang diemban oleh masing-masing unsur akan mengganggu keseimbangan dan harmoni.
1.Namun di sisi lain Tuhan juga membekali manusia dengan kemampuan untuk berfikir, merasakan dan kemauan. Kemampuan-kemampuan ini berkembang lebih lajut menjadi kemampuan untuk berbicara dan berkomunikasi, kemampuan bermasyarakat dan sebagainya. Untuk dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut Tuhan juga mengaruniai manusia suatu hak yang disebut kebebasan. Berbagai pihak beranggapan bahwa hak harus dituntut karena hak ini berkaitan dengan kepemilikan yang hakiki, lupa bahwa sebenarnya hak adalah suatu kualitas etis atau moral yang diharapkan dapat membentuk suatu kesantunan moral yang ideal. Dengan keTuhanan Yang Maha Esa dimaksudkan bahwa manusia sadar dan yakin bahwa dirinya merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang berbudi luhur, yang patuh pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkanNya. Suatu ikhtiar sebagai upaya untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik yang merupakan implementasi kebebasan, dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan. Segala upaya yang dilakukan oleh manusia tidak dibenarkan bertentangan dengan apa yang menjadi missi manusia dengan kelahirannya di dunia. Tindakan yang mengarah pada perusakan, penghancuran adalah bertentangan dengan missi yang diemban oleh manusia. Yang dipergunakan sebagai acuan tiada lain adalah memayu hayuning bawono, mengusahakan agar alam selalu dalam keadaan yang paling kondusif bagi kelestariannya.
2. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tinggi martabatnya. Manusia dibekali oleh Tuhan dengan kemampuan untuk membedakan yang benar dan salah, yang baik dan yang buruk, yang adil dan zalim, dsb. Manusia selalu mengusahakan yang terbaik bagi dirinya, menghendaki perlakuan yang adil. Untuk mencapai hal tersebut manusia berusaha untuk menciptakan pola-pola fikir dan tindak yang bermanfaat bagi dirinya tanpa merugikan atau mengganggu pihak lain. Manusia didudukkan dalam kesetaraan; hak-haknya dihormati tanpa mengabaikan bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang wajib mengemban missi yang dilimpahkan oleh Tuhan kepadanya. Manusia didudukkan sesuai dengan harkat dan martabatnya sesuai dengan bekal-bekal dan kemampuan-kemampuan yang dikaruniakan oleh Tuhan. Hanya dengan cara demikian maka manusia diperlakukan dengan sepatutnya secara beradab.
3. Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, manusia akan berhadapan dengan manusia lain sebagai individu, dengan berbagai jenis kelompok atau golongan, dengan suatu kelompok khusus yang disebut negara-bangsa, dan dengan masyarakat dunia. Dalam hubungan ini pasti akan timbul kepentingan-kepentingan tertentu, dan masing-masing unsur berusaha untuk menonjolkan dan memperjuangkan kepentingannya. Bagi bangsa Indonesia yang memiliki dasar negara Pancasila, berusaha untuk mendudukkan setiap unsur pada peran dan fungsinya secara selaras atau harmonis. Yang diutamakan bukan kepentingan masing-masing unsur namun terpenuhinya kepentingan dari semua unsur yang terlibat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Adalah wajar bila dalam hidup berbangsa dan bernegara kita sebagai warga negara-bangsa menyerahkan sebagian dari kepentingan dan kebebasan kita demi kelestarian dan kebesaran negara-bangsa. Sebagai contoh adalah dipandang wajar suatu negara-bangsa menuntut pemuda-pemudanya untuk mengambil bagian dalam pertahanan negara, seperti bentuk wajib militer. Bahkan ada suatu negara-bangsa yang terpaksa mengambil tindakan secara tegas bagi warganegaranya yang menolak wajib militer tersebut. Tanpa menyerahkan sebagian dari kepentingan dan kebebasan individu tidak mungkin terbentuk suatu masyarakat yang disebut negara-bangsa.
4. Dewasa ini negara-negara di dunia sedang dilanda oleh demam demokrasi. Masing-masing negara berusaha untuk membuktikan dirinya sebagai negara demokrasi. Namun bila kita cermati, maka pelaksanaan demokrasi di berbagai negara tersebut berbeda-beda. Tidaklah salah bila UNESCO berkesimpulan bahwa idee demokrasi dianggap ambiguous, atau memiliki dua makna. Terdapat ambiguity atau ketaktentuan dalam sekurang-kurangnya dua segi, yakni mengenai lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipergunakan untuk melaksanakan idee demokrasi ini, dan mengenai latar belakang kultural dan historis yang mempengaruhi istilah, idee dan praktek demokrasi. Oleh karena itu suatu negara-bangsa yang ingin memberikan makna demokrasi sesuai landasan filsafat yang dianutnya dan mendasarkan diri pada sejarah perkembangan bangsanya dipandang wajar-wajar saja. Bahkan memaksakan suatu sistem demokrasi yang diterapkan pada suatu negara-bangsa tertentu untuk diterapkan pada negara lain yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dipandang suatu pelanggaran hak asasi. Oleh karena dipandang sah-sah saja bila bangsa Indonesia memiliki konsep demokrasi sesuai dengan dasar filsafat negara-bangsanya dan latar belakang budayanya, yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang diterapkan melalui lembaga-lembaga negara yang disepakati oleh para founding fathers.
5. Yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia dalam mendirikan negara adalah kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada maknanya suatu kesejahteraan hanya untuk sebagian kecil dari rayat Indonesia, karena akhirnya yang tidak memperoleh kesejahteraan ini akan menjadi beban dan tanggungan. Oleh karena itu konsep keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan suatu konsep yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai penterjemahan dari fahan kebersamaan dan faham persatuan dan kesatuan.
Dari uraian di atas nampak dengan jelas bahwa Pancasila dapat dipertanggung jawabkan dari tinjauan teoretik-filsafati, dari analisis dan pemikiran yang logik. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai-nilai universal yang diperjuangkan oleh bangsa-bangsa di dunia, meskipun dalam prakteknya menampakkan perbedaan-perbedaan. Kami yakin bahwa Pancasila dapat menjadi salah satu alternatif ideologi manusia di masa depan.
H. Justifikasi Sosiologik
Sesuai dengan penggagas awal, Ir. Soekarno, bahwa Pancasila digali dari bumi Indonesia sendiri, dikristalisasi dari nilai-nilai yang berkembang secara nyata dalam kehidupan rakyat Indonesia yang beraneka ragam. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila dapat diamati di berbagai masyarakat yang terserak dari Sabang sampai Merauke. Memang diakui bahwa dalam mempraktekkan nilai-nilai dasar tersebut terdapat perbedaan pada berbagai masyarakat; yang berbeda sekedar nilai praksisnya sedang nilai dasar adalah tetap sama. Dengan demikian maka Pancasila memang merupakan living reality dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Dari uraian di atas jelas bahwa bagi bangsa Indonesia tidak perlu ada keraguan mengenai Pancasila baik sebagai dasar negara, sebagai ideologi bangsa, maupun sebagai pedoman untuk bersikap dan bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini terbukti dari analisis baik ditinjau dari segi yuridik, teoretik-filsafati, maupun sosiologik.
Masalah berikutnya adalah bagaimana Pancasila ini dapat dijabarkan lebih jauh sebagai pedoman, panduan dan acuan bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila ini perlu dijabarkan ke dalam berbagai norma sehingga dapat dijadikan pedoman bertindak, dalam menentukan pilihan, dalam mengadakan penilaian dan mengadakan kritik terhadap peristiwa atau kebijakan yang digariskan oleh pemerintah. Tanpa membuminya Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, pembuktian yang diungkapkan di atas tidak memiliki makna sama sekali, sehingga sekedar suatu wacana belaka.

MENGENAL GEOPOLITIK INDONESIA dalam PERSPEKTIF NUSANTARA

MENGENAL GEOPOLITIK INDONESIA dalam PERSPEKTIF NUSANTARA



I.                   Pendahuluan
         Istilah geopolitik awalnya dicetuskan oleh Frederich Ratzel (1844-1904), yang diartikan sebagai ilmu bumi politik (Political Geography). Istilah geopolitik dikembangkan dan diperluas lebih lanjut oleh Rudolf Kjellen (1864-1922) dan Karl Haushofer (1869-1946) menjadi Geographical Politic. Perbedaan kedua artian tersebut terletak pada focus perhatiannya.
II.                Pembahasan
Latar Belakang Geopolitik
         Geopolitik berasal dari kata geo dan politik.  Geo berarti bumi dan politik berasal dari bahasa Yunani politeia. Poli artinya kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri dan teia artinya urusan. Geopolitik biasa juga di sebut dengan wawasan nusantara. Jadi  Geopolitik Indonesia dinamakan wawasan Nusantara.
Teori Geopolitik
         Istilah geopolitik awalnya sebagai ilmu bumi politik kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang sesuatu yang berhubungan dengan konstelasi cirri khas negara. Teori geopolitik kemudian berkembang menjadi konsepsi wawasan nasional. Oleh karena itu, geopolitik selalu mengacu pada wawasan nasional.
Pandanagan Para Pemikir Geopolitik
Teori-Teori Geopolitik:
1. Teori Geopolitik Frederich Ratzel
Bahwa Negara itu seperti organisme hidup. Negara identik dengan  ruang yang ditempati oleh sekelompok masyarakat.
2. Teori Geopolitik Rudolf Kjellen
          Bahwa Negara adalah suatu organism, bukan hanya mirip. Negara adalah satuan dan sistem politik yang menyeluruh.
3. Teori Geopolitik Karl Haushofer
Melanjutkan ajaran Ratzel dan Kjellen terutama tentang ruang hidup dan paham ekspansionisme dimana Negara harus mengusahakan Autarki dan Wilayah-wilayah yang dikuasai
4. Teori Geopolitik Halford Mazkinder
Konsepsi geopolitik yang lebih strategik, yaitu dengan penguaaan daerah-daerah “jantung” dunia, sehingga pendapatnya dikenal dengan teori Daerah jantung
5. Teori Geopolitik Alfred Thayer Mahan
Bahwa konsepsi geopolitik dengan memperhatikan perlunya memanfaatkan serta mempertahankan sumber daya laut, termasuk akses kelaut.
6. Teori Geopolitik Guilio Douhet dan William Mitchel
Bahwa dirgantara lebih berperan dalam memenangkan peperangan melawan musuh maka membangun angkatan udara lebih menguntungkan sebab angkatan udara memungkinkan beroperasi sendiri tanpa dibantu angkatan lainnya.
7. Teori Geopolitik Nicholas J. Spijkman
Didalam teorinya, ia membagi dunia dalam empat wilayah :
Pivot area, mencakup wilayah daerah jantung
Offshore Continent Land, mencakup wilayah pantai benua Eropa-Asia
Oceanic Belt, mencakup wilayah pulau di luar Eropa-Asia, Af-Sel
New World, mencakup wilayah Amerika
Dan teori ini terkenal dengan teori Daerah Batas.
                                           
Latar Belakang Wawasan Nusantara
Pengertian Wawasan Nusantara
Pengertian wawasan nusantara dapat diartikan secara etimologis dan termologis.
Secara Etimologis
Wawasan Nusantara berasal dari kata Wawasan dan Nusantara. Wawasan berasal dari kata wawas (bahasa jawa) yang berarti pandangan, tinjauan atau penglihatan indrawi. Selanjutnya muncul kata mawas yang berarti memandang, meninjau atau melihat. Jadi wawasan artinya pandangan, tinjauan, penglihatan, tanggap indrawi. Wawasan berarti pula cara pandang, cara melihat. Nusantara berasal dari kata nusa dan antara. Nusa artinya pulau atau kesatuan kepulauan. Antara artinya menunjukkan letak antara dua unsur. Nusantara artinya kesatuan kepulauan yang terletak antara dua benua, yaitu benua asia dan Australia dan dua samudra, yaitu Samudra Hindia dan Pasifik.
Secara Terminologis
1. Pengertian Wawasan Nusantara menurut prof. Wan Usman “ Wawasan Nusantra adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai Negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.”
2.Pengertian Wawasan Nusantara dalam GBHN 1998 Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkunngannya, dengan mengutamakan persatuan dankesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelengggaran kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Pengertian Wawasan Nusantara menurut kelompok kerja Wawasan Nusantara untuk diusulkan menjadi Tap. MPR, yang dibuat Lemhanas tahun 1999 “ Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegarauntuk mencapai tujuan nasional.” Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, secara sederhana wawasan nusantara berarti cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya. Diri yang dimaksud adalah diri bangsa Indonesia sendiri serta nusantara sebagai lingkungan tempat tinggalnya.
Hakikat Wawasan Nusantara
Hakikat Wawasn Nusantara adalah keutuhan bangsa dan kesatuan wilayah nasional. Dengan kata lain, hakikat Wawasan Nusantara adalah “Persatuan bangsa dan kesatuan wilayah”. Bangsa Indonesia dari aspek sosial budaya adalah beragam serta dari segi kewilayahan bercorak nusantara, kita pandang merupakan satu kesatuan yang utuh.
Kedudukan Wawasan Nusantara Wawasan Nusantara berkedudukan seebagai visi bangsa. Wawasan nasional merupakan visi bangsa yang bersangkutan dalam menuju masa depan. Visi Bangsa Indonesia sesuai konsep Wawasan Nusantara adealah menjadi bangsa yang satu dengan wilayah yang satu dan utuh pula. Kedudukan Wawasan Nusantara adalah sebagai landasan visional.
Kedudukan Wawasan Nusantara
          Wawasan nusantara berkedudukan sebagai visi bangsa. Visi bangsa Indonesia sesuai konsep wawasan nusantara adalah menjadi bangsa yang satu dengan wilayah lain nya, sehingga terciptanya suatu keutuhan.
Fungsi Wawasan Nusantara
Sebagai bangsa yang majemuk yang telah menegara, bangsa Indonesia dalam membina dan membangun atau menyelenggarakan kehidupan nasional, baik pada aspek politik, ekonimi, sosial budaya dan pertahan keamanan rakyat semestianya, selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Serta kesatuan wilayah untuk itu pembinaan dan penyelenggaraan tata kehidupan bangsa dan Negara Indonesia disusun atas dasar hubungan timbal balik antara falsafat, cita-cita dan tujuan sosial, serta kondisi soaial budaya dan pengalaman sejarah yang menumbuhkan kesadaran tentang
kemajemukan dan kebinekaannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional. Gagasan untuk menjamin persatuan dan kesatuan dan kebinekaan tersebut dikenal dengan wasantara singkatan dari wawasan nusantara. Bangsa Indonesia menyadari bahwa bumi, air dan dirgantara diatasnya serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan besar-besarnya kemakmuran rakyat, karena itu dengan konsep wawasan nusantara bangsa Indonesia bertekad mendayagunakan seluruh kekayaan alam, sumber daya serta selruh potensi nasionalnya berdasarkan kebijakan yang terpadu seimbang, serasi dan selaras untuk mewujudkan kesejahteraan dan keamanan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
dengan segenap memperhatikan kepentingan daerah penghasil secara proporsional dalam keadilan. Untuk itulah mangapa wawasan nusantara perlu. Ini karena wawasan nusantara mempunyai fungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan keputusan tindakan dan perbuatan bagi penyelenggara di tingkat pusat dan daerah maupu bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Selain fungsi, wawasan nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi disegala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mementingkan kepentingan nasional dari pada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa atau daerah kepentingan-kepentingan tesebut tetap dihormati, diakui dan dipenuhi selama tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
Implementasi Wawasan Nusantara
Sebagai cara pandangan dan visi nasional Indonesia wawasan nusantara harus dijadikan arahan, pedoman, acuan dan tuntutan bagi setiap individu bangsa Indonesia dalam membangun dan memelihara tuntunan bangsa dan Negara kesatuan Republik Indonesia. Karena itu implementasi atau penerapan wawasan nusantara harus tercermin pada pola piker, pola sikap dan pola tindak yang senantiasa mendabulukan kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pada kepentingan pribadi atau
kelompok sendiri. Beberapa implementasi wawasan nusantara kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahan keamanan (poleksosbud) Negara kesatuan
repblik Indonesia antara lain :
1) Implementasi wawasan nusantara pada kehidupan politik akan mencipatkan iklim penyelenggaraan Negara yang sehat dan dinamis. Hal tersebut nampak dalam wujud pemerintahan yang kuat aspiratif, dan terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.
2) Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan ekonomi dan menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata dan adil. Disamping itu memncerminkan tanggung jawab pengelolaan sumber daya alam yang memperhatikan kebutuhan masyarakat antara daerah secara timbal balik serta kelestarian sumber daya alam itu sendiri.
3) Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan sosial budaya akan menciptakan sikap gatiniah dan sikap jahiriah yang mengakui menerima dan menghormati segala perbedaan atau kebhinekaan sebagai penyataan hidup sekaligus sebagai karunia sang pencipta implementasi ini juga akan menciptakan kehidupan masyarakat dan bangsa yang rukun dan bersatu tanpa membeda-bedakan suku, asal usul daerah, agama dan kepercayaan serta golongan berdasarkan status sosialnya.
4) Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan bankan akan menumbuhkan kesadaran cinta tanah air dan bangsa yang lebih lanjut akan membentuk sikap beda Negara pada setiap warga Negara Indonesia. Kesadaran dan sikap kita tanah air dan bangsa serta beda Negara ini akan menjadio modal utama yang akan menggerakan partisipasi setiap warga Negara Indonesia dalam menanggapi setiap bentuk ancaman seberapun kecilanya dan dari mananpun datangnya atau setiap gejala yang membahayakan keselamatan bangsa dan kedaulatan Negara dalam pembinaan seluruh aspek kehidupan nasional wawasan nusantara harus menjadi nilai yang menjiwai segenap perundang-undangan yang berlaku pada setiap strata diseluruh wilayah Negara. Disampaing itu, wawasan nusantara dapat di implementasikan kedalam segenap pranatai sosial yang berlaku di masyarakat dalam uasan kebhinekaan sehingga mendinamiskan kehidupan sosial yang akrab, peduli, toleran, hormat, dan tolat hokum. Semua itu menggambarkan sikap, paham, dan semangat kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi sebagai identitas ataiu jati diri bangsa Indonesia.
Wawasan Nusantara dalam Pembangunan Nasional
a. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik
Bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa lain ikut menciptakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi melalui politik luar negeri yang bebas aktif. Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis. Hal tersebut tampak dalam wujud pemerintahan yang kuat aspiratif dan terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.
b. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Ekonomi
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan ekonomi akan menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Di samping itu, implementasi wawasan nusantara mencerminkan tanggung jawab pengelolaan sumber daya alam yang memperhatikan kebutuhan masyarakat antar daerah secara timbal balik serta kelestarian sumber daya alam.
1) Kekayaan di wilayah nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah modal dan milik bersama bangsa untuk memenuhi kebutuhan di seluruh wilayah Indonesia secara merata.
2) Tingkat perkembangan ekonomi harus seimbang dan serasi di seluruh daerah tanpa mengabaikan ciri khas yang dimiliki daerah masing-masing
3) Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah nusantara diselenggarakan sebagai usaha bersama dengan asas kekeluargaan dalam sistem ekonomi kerakyatan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
c. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan sosial budaya akan menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui segala bentuk perbedaan sebagai kenyataan hidup sekaligus karunia Tuhan. Implementasi ini juga akan menciptakan kehidupan masyarakat dan bangsa yang rukun dan bersatu tanpa membedakan suku, asal usul daerah, agama, atau kepercayaan,serta golongan berdasarkan status sosialnya. Budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu kesatuan dengan corak ragam budaya yang menggambarkan kekayaan budaya bangsa. Budaya Indonesia tidak menolak nilai-nilai budaya asing asalkan tidak bertentangan dengan nilai budaya bangsa sendiri dan hasilnya dapat dinikmati.
d. Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu Kesatuan Pertahanan
dan keamanan Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan pertahanan dan keamanan akan menumbuhkan kesadaran cinta tanah air dan bangsa, yang lebih lanjut akan membentuk sikap bela negara pada tiap warga negara Indonesia. Kesadaran dan sikap cinta tanah air dan bangsa serta bela negara ini menjadi modal utama yang akan mengerakkan partisipasi setiap warga negara indonesia dalam menghadapi setiap bentuk ancaman antara lain :
1) Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakikatnya adalah ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.
2) Tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk ikut serta dalam pertahanan dan keamanan Negara dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.
Kesimpulan
          Dari beberapa uraian tersebut maka dapat ditarik kesimpulannya bahwa, geopolitik Indonesia dinamakan wawasan nusantara. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, diperlukan suatu konsep geopolitik khusus untuk menyiasati keadaan / kondisi Negara Indonesia, yang terdiri dari ribuan pulau yang terbentan dari sabang sampai merauke sepanjang 3,5 juta mil. Konsep geopolitik negara lain cenderung mengarah kepada ekspansi wilayah, konsep geopolitik Indonesia justru mempertahankan wilayahnya. Sebagai negara kepulauan yang luas, bangsa Indonesia beranggapan bahwa laut yang dimiliki merupakan sarana penghubung bukan pemisah. Sehingga, walaupun terpisah-pisah bangsa Indonesia  tetap menganggap negaranya sebagai satu keasatuan utuh yang terdiri dari tanah dan air, sehingga lazim disebut dengan tanah air. Wawasan nusantara juga merupakan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan sekitarnya berdasarkan ide nasionalnya yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka berdaulat dalam mencapai tujuan perjuangan nasional. Fungsinya sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam menentukan segala keputusan, tindakan, dan perbuatan bagi penyelenggara ditingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam berkehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.