Rabu, 17 Oktober 2012

Pariwisata MONPERA Palembang



A.    MONPERA
Berdiri 22 tahun yang lalu, Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) sudah difungsikan sebagai museum penyimpanan benda bersejarah. Terutama, sisa peninggalan perang lima hari lima malam di Palembang.
Bangunan Monpera berdiri kokoh di pinggir Jl Merdeka, persis di samping Mesjid Agung. Ciri khasnya ada enam cagak (tiang) beton yang kokoh bertautan tiga-tiga di bagian samping kiri dan kanannya. Juga terpampang relief yang menggambarkan suasana pertempuran lima hari lima malam di kota Palembang melawan penjajah Belanda.

Yang dilirik pengunjung adalah bentuk museumnya unik, di bagian depan museum terpajang burung Garuda simbol kebangsaan Indonesia. Tersimpan sejarah yang menjadi saksi bisu bagaimana sengitnya para pejuang melawan penjajah Belanda. Di dalam museum ini akan diperlihatkan berbagai jenis senjata yang digunakan dalam pertempuran termasuk berbagai dokumen perang dan foto-foto tempo dulu.
Di setiap bingkai-bingkai foto yang dipajang diberi keterangan yang membantu kita ikut tengelam dalam suasana dan membayangkan bagaimana suasana perang saat itu.
Sambil menikmati berkeliling museum, alunan musik khas bahasa Palembang juga bergema di seluruh lantai museum.
Masuk ke dalam bangunan berlantai enam itu, terasa berbeda dengan penampilan luarnya. Konon, sejak diresmikan penggunaannya tanggal 23 Februari 1988 oleh mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) RI H Alamsyah Ratuperwiranegara, hingga sekarang koleksi benda-benda bersejarah yang dikumpulkan masih sangat minim.

Di lantai satu, digunakan sebagai kantor tempat mengisi buku tamu dan keamanan. Selain itu di sini dilengkapi dengan miniatur MONPERA lengkap dengan keterangannya. Disini juga terdapat berbagai macam buah tangan kota Palembang, yang berupa gantungan kunci, pena yang berlambangkan Sumsel, dan sebagainya.

Di lantai dua, Anda dapat melihat 14 pucuk senjata yang sebagian besar merupakan hasil pampasan perang zaman sebelum kemerdekaan. Ada senjata jenis pistol, senapan, kecepek, ranjau hingga alat pelontar bom yang kerab dipakai pejuang tempo doeloe. “Untuk keamanan bersama, senjata-senjata itu kita tempatkan di ruang khusus berdinding kaca. Hanya dapat dilihat dari luar. Ini tak lain untuk mengantisipasi ulah tangan-tangan jahil,”


Naik ke lantai tiga museum, terdapat patung yang merupakan replika wajah dari keenam pejuang kemerdekaan asal Sumsel. Juga ada koleksi pakaian dinas baik sipil maupun militer yang dipakai keenam tokoh perjuangan dalam merebut kemerdekaan, itu.

Lantai empat dan lima berderet foto-foto sejarah dulu pada masa peperangan melawan penjajah serta banyak terdapat buku-buku sejarah yang menuliskan peperangan jaman dulu. Selanjutnya lantai enam terdapat beberapa lubang menuju ke atas Monpera, dari situlah kami bisa melihat pemandangan sekitar kota Palembang.


LAPORAN KUNJUNGAN
A.    Laporan
1.        Lokasi / Tempat Tujuan           : MONPERA (Monumen Perjuangan Rakyat)
2.        Jam Kunjung                           : Buka setiap hari pukul 08.00-15.30 WIB
                                            Senin & Hari libur nasional: Tutup
3.        Waktu Kunjungan                   : Senin, 15 Oktober 2012, 10.00 – 11.30 WIB
4.        Tiket Masuk                            : Dewasa dan anak-anak: Rp 2.000
5.        Akomodasi
Berdiri 22 tahun yang lalu, Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) sudah difungsikan sebagai museum penyimpanan benda bersejarah. Terutama, sisa peninggalan perang lima hari lima malam di Palembang. Bangunan Monpera berdiri kokoh di pinggir Jl Merdeka, persis di samping Mesjid Agung. Ciri khasnya ada enam cagak (tiang) beton yang kokoh bertautan tiga-tiga di bagian samping kiri dan kanannya.
Untuk kelas penginapan atau hotel diPalembang banyak tersebar disekitar seberang Ilir, misal Hotel Horison Palembang yang terletak didekat jalan Kamboja, Sukarame.
6.        Kuliner
Jika kita barada di area Monpera maka tidak akan ditemukan jajanan atau kuliner-kuliner disekitar tempat tersebut. Hal tersebut dikarenakan Mopera adalah kawasan yang tertib dan tidak digunakan untuk berjualan. Tetapi jika kita berjalan kearah BKB (Benteng Kuto Besak) banyak terdapat jajanan, seperti mie tek-tek, jagung bakar, pempek, bakso, dan lain-lain.

7.    Transportasi
Menuju Monpera tak begitu sulit, karena dengan menyusuri jalan Jenderal Sudirman dari Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II menuju ke kawasan Ampera. Anda akan sampai di Monpera yang terletak Disamping kiri Jl. Merdeka, didepan Masjid Agung Palembang. Gunakanlah kendaraan Taksi atau Bis Trans Musi yang tersedia di kawasan bandara dan sekitarnya.

8.        Sapta Pesona              
a.       Keindahan
Monpera memiliki bentuk museum yang unik, di bagian depan museum terpajang burung Garuda simbol kebangsaan Indonesia. Sehingga akan menarik perhatian pengunjung dan meluangkan waktunya singgah hanya untuk sekedar berfoto-foto.
b.      Keamanan
Keamanan di sekitar Monpera cukup baik. Itu terbukti karena terdapat petugas keamanan yang berjaga disana, terutama di dalam Museum.
c.       Kebersihan
Kebersihan di area Monpera sangat terjaga. Hal tersebut dikarenakan tidak diperbolehkannya para penjual untuk berjualan di dalam kawasan Monpera. Selain itu ada petugas kebersihan yang khusus membersihkan tempat tersebut.

d.      Keramahtamahan
Para petugas yang berjaga di area Monpera bisa dikatakan sangat ramah, karena seringkali ketika datang pengunjung langsung disambut dan diarahkan ke tempat atau dalam museum.

e.       Ketenangan
Area Monpera sangat tenang, meskipun terlihat hiruk-pikuk kendaraan yang melintas di jalan sekitar kawasan ini. Tetapi kawasan ini cocok untuk sekedar menghilangkan penat bagi pengunjung. Serta sambil menikmati berkeliling museum, alunan musik khas bahasa Palembang juga bergema di seluruh lantai museum.
f.       Kesopanan
Para petugas di Monpera sangat sopan, mereka mempersilahkan pengunjung bebas melakukan aktifitas didalam museum, tetapi tetap tidak boleh melanggar peraturan-peraturan yang ada.
g.      Kesejukan
Keadaan Monpera pada pagi hari sangat sejuk, tetapi pada saat siang hari sangat terasa sinar matahari yang menyengat. Tapi di Monpera terdapat taman-taman penghias yang menhadirkan pepohonan yang rimbun dan dapat menjadi sarana utama untuk berteduh pada siang hari.
9.        Fasilitas
Ada beberapa fasilitas yang tersedia di Monpera, misalnya WC, Pos keamanan, Telpon umum.

10.     Kenangan
Di Monpera terdapat bermacam-macam buah tangan yang mencirikan kota Palembang. Yang salah satunya terdapat di lantai satu museum.

B.    Pengalaman yang berkesan
Berkumpul bersama teman-teman dan berfoto-foto, melihat peninggalan-peninggalan bersejarah Serta menikmati pemandangan Kota Palembang dari atas MONPERA.





Kamis, 20 September 2012

PANCASILA JATI DIRI BANGSA INDONESIA

PANCASILA JATI DIRI BANGSA INDONESIA



BAB I
Oval: BAB I
PANCASILA JATIDIRI BANGSA INDONESIA
A. Pengantar
D
alam upaya untuk membahas dan memahami Pancasila sebagai jatidiri bangsa Indonesia, terdapat beberapa permasalahan mendasar yang memerlukan klarifikasi lebih dahulu, agar memudahkan dalam usaha implementasinya dalam kehidupan nyata. Permasalahan tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama-tama perlu difahami dan dibahas makna jatidiri, apakah jatidiri itu, apakah suatu bangsa memerlukan jatidiri untuk melestarikan existensinya. Apa kedudukan jatidiri bagi suatu bangsa. Bagaimana suatu bangsa yang tidak memiliki suatu jatidiri.
Masalah yang kedua adalah menyangkut persoalan bangsa, apakah pada era globalisasi ini masih pada tempatnya untuk membicarakan peran dan kedudukan bangsa dalam percaturan global yang berindikasi tak bermaknanya batas-batas antar negara. Ada pihak-pihak yang mengatakan bahwa dengan globalisasi ini berakhirlah peran dan kedudukan negara bangsa. Apakah bangsa Indonesia perlu tetap exist dalam menghadapi era globalisasi ini.
Masalah ketiga adalah menyangkut Pancasila itu sendiri. Benarkah Pancasila sebagai jatidiri bangsa Indonesia. Apakah Pancasila ini bukan hanya sekedar suatu rekayasa politik yang tidak memenuhi syarat bagi suatu jatidiri. Prinsip dasar dan nilai dasar mana saja yang terdapat dalam Pancasila.
Masalah terakhir adalah bagaimana implementasi Pancasila ini dalam kehidupan yang nyata. Kalau Pancasila memang merupakan jatidiri bangsa Indonesia, seharusnya telah ada dalam kehidupan yang nyata dalam masyarakat. Mengapa masih memerlukan sosialisasi.

B. Jatidiri

Jatidiri yang merupakan terjemahan identity adalah suatu kualitas yang menentukan suatu individu atau entitas, sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang membedakan dengan individu atau entitas yang lain. Kualitas yang menggambarkan suatu jatidiri bersifat unik, khas, yang mencerminkan pribadi individu atau entitas dimaksud. Jatidiri akan mempribadi dalam diri individu atau entitas yang akan selalu nampak dengan konsisten dalam sikap dan perilaku individu dalam menghadapi setiap permasalahan.
Dalam mengadakan reaksi terhadap suatu stimulus, individu tidak secara otomatis mengadakan respons terhadap stimulus tersebut, tetapi organisme atau individu yang bersangkutan memberikan warna bagaimana respons yang akan diambilnya. Setiap organisme memiliki corak yang berbeda dalam mengadakan respons terhadap stimulus yang sama. Hal ini disebabkan oleh jatidiri yang dimiliki setiap organisme, individu atau entitas, meskipun dapat saja respons ini disadari atau tidak.
Meskipun diakui dalam perjalanan hidupnya suatu individu dalam menghadapi permasalahan mengalami perkembangan dan perubahan dalam mengadakan reaksi terhadap suatu permasalahan yang berulang, tetapi pada hakikatnya selalu bersendi pada kualitas dasar yang telah mempribadi, yang menjadi jatidiri individu dimaksud.
Adanya jatidiri pada suatu individu, khususnya manusia, memang merupakan karunia Tuhan. Suatu bukti menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki ciri khusus secara fisik dalam bentuk sidik jari, dan DNA . Sehingga dianggap wajar dalam segi mental manusia juga memiliki ciri khusus yang membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lain. Sehingga mendudukkan manusia sesuai dengan harkat dan martabat dengan setara, dan menghormati jatidiri manusia merupakan suatu tindakan moral terpuji.
Dengan memiliki jatidiri dan menerapkan secara konsisten, seseorang tidak akan mudah terombang-ambing oleh gejolak yang menerpanya. Ia memiliki harga diri, dan kepercayaan diri, sehingga tidak mudah tergiur oleh rayuan yang menyesatkan. Dari uraian tersebut jelas bahwa jatidiri sangat diperlukan bagi seseorang dalam mencapai sukses dalam membawa dirinya.
Timbul suatu pertanyaan, apakah suatu bangsa, khususnya negara-bangsa memerlukan jatidiri. Untuk menjawab pertanyaan ini nampaknya perlu disepakati lebih dahulu apa yang dimaksud dengan negara-bangsa.

C. Negara-Bangsa

Konsep negara-bangsa diduga baru lahir sekitar abad ke-sembilanbelas, mulai berkembang di Eropa, dan Amerika Utara, melebarkan sayapnya ke Amerika Latin dan Asia, dan kemudian ke Afrika. Bangsa, baru dikenal pada abad ke 19. Memang sebelum masa itu telah terdapat masyarakat yang mungkin sangat maju dan sangat berkuasa, tetapi tidak mencerminkan adanya suatu bangsa. Yang dikenal pada waktu itu adalah faham keturunan yang kemudian menciptakan dinasti-dinasti dan wangsa, yang berarti keluarga. Baru setelah terjadi revolusi Perancis pada akhir abad ke 18 dan permulaan abad ke 19 mulailah orang memikirkan masalah bangsa.
Otto Bauer seorang legislator dan seorang teoretikus yang hidup pada permulaan abad 20 (1881-1934), dalam bukunya yang berjudul Die Nationalitatenfrage und die Sozialdemokratie (1907) menyebutkan bahwa bangsa adalah: “Eine Nation ist eine aus Schikalgemeinschaft erwachsene Charactergemeinschaft.” Otto Bauer lebih menitik beratkan pengertian bangsa dari sudut karakter atau perangai yang dimiliki sekelompok manusia yang dijadikan jatidiri suatu bangsa. Karakter ini akan tercermin pada sikap dan perilaku warga-bangsa. Karakter ini menjadi ciri khas suatu bangsa yang membedakan dengan bangsa yang lain, yang terbentuk berdasar pengalaman sejarah budaya bangsa yang tumbuh dan berkembang bersama dengan tumbuh kembangnya bangsa.
Sebagai contoh dapat dikemukan di sini tradisi dan kultur Negara–bangsa Amerika Serikat yang dikemukakan oleh Jean J. Kirkpatrick, dalam bukunya yang berjudul Rationalism and Reason in Politics, yang menggambarkan jatidiri bangsa Amerika sebagai berikut:
1. Selalu mengedepankan konsensus sebagai dasar legitimasi otoritas pemerintah.
2. Berbuat realistik sebagai tolok ukur realisme yang mendorong adanya harapan besar apa yang dapat diselesaikan oleh politik.
3. Mempergunakan belief reasoning dalam menata efektifitas rekayasa (engineering) kegiatan politik.
4. Langkah dan keputusan yang deterministik dalam mencapai tujuan multi demensi sosial dengan selalu melalui konstitusi.
Contoh lain tentang terbentuknya karakter bangsa sebagai akibat pengalaman sejarah, misal negara-negara Eropa kontinental bersifat rasionalistik, Inggris emperik, Amerka scientific, India non-violence dengan Satyagrahanya, dan Indonesia integralistik dengan Pancasilanya.
Lain halnya dengan Ernest Renan seorang filsuf, sejarawan dan pemuka agama yang hidup antara tahun 1823 – 1892, yang menyatakan bahwa bangsa adalah sekelompok manusia yang memiliki kehendak untuk bersatu sehingga merasa dirinya satu, le desir d`etre ensemble. Dengan demikian faktor utama yang menimbulkan suatu bangsa adalah kehendak dari warga untuk membentuk bangsa.
Bangsa ini kemudian mengikatkan diri menjadi negara yang bersendi pada suatu idee. Hegel menyebutnya bahwa negara adalah penjelmaan suatu idee, atau “een staat is de tot werkelijkheid geworden idee.”
Teori lain tentang timbulnya bangsa adalah didasarkan pada lokasi. Tuhan menciptakan dunia ini dalam bentuk wilayah-wilayah atau lokasi-lokasi yang membentuk suatu kesatuan yang merupakan entitas politik. Bila kita lihat peta dunia maka akan nampak dengan jelas adanya kesatuan-kesatuan wilayah seperti Inggris, Yunani, India, Korea, Jepang, Mesir, Filipina, Indonesia. Wilayah-wilayah tersebut dibatasi oleh samudera yang luas atau oleh gunung yang tinggi atau padang pasir yang luas sehingga memisahkan penduduk yang bertempat tinggal di wilayah tersebut dari wilayah yang lain, sehingga terbentuklah suatu kesatuan yang akhirnya terbentuklah suatu bangsa. Teori inilah yang biasa diasebut sebagai teori geopolitik.
Istilah geopolitics yang merupakan singkatan dari geographical politics dikenal sesudah terjadi Glorious Revolution Inggris, Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis, yang merupakan titik awal kelahiran negara bangsa. Istilah ini diperkenalkan secara umum pada tahun 1900 oleh pemikir politik Swedia Rudolf Kjellen dengan menyebut tiga demensi geopolitk yakni:
1. Environmental, yaitu fisik geografis negara bangsa, dengan kekayaan alamnya dan segala limitasinya untuk tujuan pembangunan dan masa depan negara bangsa.
2. Spatial, yakni distribusi lokasi dengan faktor-faktor strategis bagi pertahanan negara bangsa, dan
3. Intellectual, yakni segala pemikiran dan konsep yang demokratis ideal bagi masa depan rakyatnya.
Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia, bahwa bangsa menurut hukum adalah rakyat atau orang-orang yang ada di dalam suatu masyarakat hukum yang terorganisir. Kelompok orang-orang yang membentuk suatu bangsa ini pada umumnya menempati bagian atau wilayah tertentu, berbicara dalam bahasa yang sama, memiliki sejarah, kebiasaan, dan kebudayaan yang sama, serta terorganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat. Pengertian bangsa semacam ini adalah yang biasa disebut negara bangsa atau nation state yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki cita-cita bersama yang mengikat warganya menjadi satu kesatuan.
2. Memiliki sejarah hidup bersama, sehingga tercipta rasa senasib sepenanggungan.
3. Memiliki adat budaya, kebiasaan yang sama sebagai akibat pengalaman hidup bersama.
4. Memiliki karakter atau perangai yang sama yang mempribadi dan menjadi jatidirinya.
5. Menempati suatu wilayah tertentu yang merupakan kesatuan wilayah.
6. Terorganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat, sehingga warga bangsa ini terikat dalam suatu masyarakat hukum.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan:
1. Bahwa penduduk yang menempati ribuan kepulauan yang terbentang antara samudera India dan samudera Pasifik, dan di antara dua benua Asia dan Australia, memenuhi syarat bagi terbentuknya suatu negara-bangsa, yang bernama Indonesia. Hal ini juga telah dikukuhkan sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Bahwa suatu negara-bangsa memiliki ciri khusus yang membedakan dengan negara-bangsa yang lain berupa karakter atau perangai yang dimilikinya, idee yang melandasinya, sehingga merupakan pribadi dari negara-bangsa tersebut. Secara fisik ciri khusus ini dilambangkan oleh bendera negara, lagu kebangsaan dan atribut lain yang mewakili negara.
3. Bagi bangsa Indonesia ciri khusus ini di samping bendera Sang Saka Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, lambang negara Bhinneka Tunggal Ika, terdapat prinsip dasar dan nilai dasar yang dapat ditemukan pada Pembukaan UUD 1945, yang merupakan pribadi bangsa Indonesia.

D. Pancasila Jatidiri Bangsa Indonesia

Para founding fathers pada waktu merancang berdirinya negara Republik Indonesia membahas mengenai dasar negara yang akan didirikan. Ir. Soekarno mengusulkan agar dasar negara yang akan didirikan itu adalah Pancasila, yang merupakan prinsip dasar dan nilai dasar yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, yang mempribadi dalam masyarakat dan merupakan suatu living reality. Pancasila ini sekaligus merupakan jatidiri bangsa Indonesia.
Namun dalam memasuki abad ke 21 perlu dipertanyakan, masih relevankah membahas Pancasila di era reformasi ini? Bukankah sejak bergulirnya reformasi orang enggan untuk berbicara Pancasila, bahkan TAP MPR No. II/MPR/1978 tentang P4 telah dicabut. Keengganan berbicara mengenai Pancasila mungkin disebabkan oleh berbagai alasan di antaranya:
1. Dengan runtuhnya Uni Sovyet yang berideologi komunis, orang meragukan manfaat ideologi bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Orang beranggapan bahwa ideologi tidak mampu memberikan jaminan kesejahteraan bagi rakyat penganutnya. Ideologi sekadar dipandang sebagai pembenaran terhadap kebijakan yang diperjuangkan oleh para elit politik.
2. Pancasila selama dua periode, yakni selama “Orde Lama” dan “Orde Baru” belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia mencapai kehidupan yang sejahtera bahagia, bahkan setiap periode berakhir dengan kondisi yang memprihatinkan. Orde Lama berakhir dengan tragedi G-30-S/PKI, Orde Baru berakhir dengan kondisi kehidupan yang diwarnai oleh KKN. Timbul pertanyaan mengapa Pancasila yang mengandung prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang baik dan benar, dalam prakteknya membawa berbagai bencana?
3. Terjadinya fobi dalam masyarakat terhadap pengalaman masa lampau yang mengangkat Pancasila menjadi ideologi bangsa untuk kemudian disakralkan dan dijadikan tameng bagi para penguasa. Pancasila dipergunakan oleh penguasa untuk mempertahankan kemapanan dan status quo. Sebagai akibat terjadilah penyimpangan-penyimpangan tindakan pada para penguasa dalam menentukan kebijakannya yang tidak sesuai lagi dengan hakikat Pancasila itu sendiri.
Hal-hal tersebut di atas yang di antaranya menyebabkan orang enggan untuk membicarakan ideologi, termasuk ideologi Pancasila. Sebagian orang beranggapan bahwa yang penting, pada dewasa ini, adalah bagaimana membawa rakyat dan bangsa Indonesia mencapai kesejahteraan lahir dan batin. Yang diperlukan adalah langkah nyata untuk mencapai maksud tersebut. Nampaknya mereka lupa, bahwa sikap semacam itu berdasar pada suatu ideologi tertentu juga.
Namun dewasa ini orang mulai memasalahkan Pancasila lagi, karena dengan berlangsungnya reformasi yang dilanda oleh berbagai faham atau ideologi seperti demokrasi yang bersendi pada faham kebebasan yang individualistik, dan hak asasi manusia universal, justru mengantar rakyat Indonesia kepada disintegrasi bangsa dan dekadensi moral. Orang mulai menilai lagi bahwa kejatuhan dari orde-orde terdahulu bukan karena orde tersebut menetapkan Pancasila sebagai dasar bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tetapi diduga karena orde-orde tersebut menyalah-gunakan Pancasila sekedar sebagai alat untuk mempertahankan hegemoninya, sehingga Pancasila tidak dilaksankan secara konsisten.
Analisis berbagai pihak juga berkesimpulan, apabila penyelenggaraan pemerintahan tidak melaksanakan Pancasila secara konsisten – murni dan konsekuen – maka akan mengalami kegagalan. Hal ini terbukti dari pengalaman sejarah baik selama Orde Lama maupun selama Orde Baru. Tiada mustahil bahwa Orde Reformasi, apabila tidak melaksanakan Pancasila secara konsisten dalam menerapkan kekuasannya akan mengulang lagi kekeliruan orde-orde terdahulu, yang akan berakhir dengan kejatuhan orde ini. Oleh karena itu orang mulai bertanya-tanya bagaimana Pancasila dapat dengan tepat dan benar melandasi dan bagaimana penerapannya bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

E. Mengapa Pancasila

Berikut disampaikan suatu uraian yang memberikan suatu justifikasi mengapa sejak merdeka pada tahun 1945, bangsa Indonesia selalu berpegang pada Pancasila, dan menetapkan sebagai dasar naegaranya. Justifikasi ini ditinjau dari sudut yuridik, filsafati dan sosiologik.

F. Justifikasi yuridik

Bila kita cermati secara mendalam nampak bahwa bangsa Indonesia berketetapan hati untuk selalu berpegang teguh pada Pancasila sebagai dasar negaranya. Hal ini tercermin dalam UUD yang pernah berlaku. Berikut disampaikan kutipan rumusan Pancasila dalam berbagai UUD tersebut.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang biasa disebut UUD 1945
Pembukaan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat
Mukaddimah
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam negara yang berbentuk republik federasi, berdasarkan pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, peri-kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial,
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3. Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia
Mukaddimah
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam negara yang berbentuk republik-kesatuan, berdasarkan pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, peri-kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara-hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna.
Demikianlah rumusan Pancasila yang terdapat dalam berbagai UUD yang pernah berlaku di negara Indonesia, meskipun secara explisit tidak disebut kata Pancasila itu. Dengan kata lain sejak kemerdekaannya pada tahun 1945 hingga kini bangsa Indonesia selalu menetapkan Pancasila sebagai dasar negaranya.
Di samping itu berbagai Ketetapan MPR RI menentukan pula kedudukan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Berikut disampaikan berbagai kutipan yang berkaitan dengan Pancasila yang terdapat pada berbagai TAP MPR RI dimaksud, khususnya TAP-TAP MPR RI yang dihasilkan selama era reformasi.
1. TAP MPR RI No.XVII/MPR/1998 tentang HAK ASASI MANUSIA
Pasal 2
Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Landasan
Bangsa Indonesia mempunyai pandangan dan sikap mengenai hak asasi manusia yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. TAP MPR RI No.XVIII/MPR/1998 tentang PENCABUTAN TAP MPR RI No.II/MPR/1978 tentang P4 (EKAPRASETIA PANCAKARSA) dan Penetapan tentang PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Pasal 1
Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
3. TAP MPR RI No.IV/MPR/1999 tentang GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA TAHUN 1999 – 2004
Dasar Pemikiran
Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Landasan
Garis-garis Besar Haluan Negara disusun atas dasar landasan idiil Pancasila dan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar 1945.
Misi
Untuk mewujudkan visi bangsa Indonesia masa depan, ditetapkan misi sebagai berikut: (1) Pengamalan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (2) dst.
4. TAP MPR RI No.V/MPR/2000 tentang PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL
Kondisi yang Diperlukan
(2) Terwujudnya sila Persatuan Indonesia yang merupakan sila ketiga dari Pancasila sebagai landasan untuk mempersatukan bangsa.
Arah kebijakan
(2) Menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara yang terbuka dengan membuka wacana dan dialog terbuka di dalam masyarakat sehingga dapat menjawab tantangan sesuai dengan visi Indonesia masa depan.
5. TAP MPR RI No.VI/MPR/2001 tentang ETIKA KEHIDUPAN BERBANGSA
Pengertian
Etika Kehidupan Berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.
Dari kutipan-kutipan yang tersebut di dalam berbagai TAP MPR RI di atas nampak dengan jelas betapa penting kedudukan dan peran Pancasila bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Berikut disampaikan garis besarnya:
1. Hak asasi manusia tidak dibenarkan bertentangan dengan Pancasila.
2. Pandangan dan sikap bangsa Indonesia mengenai hak asasi manusia berdasar pada Pancasila.
3. Pancasila harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
4. Tujuan nasional dalam pembangunan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila.
5. GBHN disusun atas dasar landasan idiil Pancasila.
6. Salah satu misi bangsa Indonesia dalam menghadapi masa depannya adalah: Pengamalan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
7. Pancasila sebagai landasan untuk mempersatukan bangsa.
8. Menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka.
9. Pancasila sebagai acuan dasar untuk berfikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.
Butir-butir tersebut terdapat dalam TAP-TAP MPR RI sehingga setiap warganegara wajib untuk mengusahakan agar prinsip-prinsip tersebut dapat dilaksankan secara nyata dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Suatu wacana yang mempersoalkan “Mengapa Pancasila” menjadi tidak relevan lagi dan menjadi obsolete.
G. Justifikasi teoretik-filsafati
Justifikasi teoretik-filsafati terhadap Pancasila adalah usaha manusia untuk mencari kebenaran Pancasila dari sudut olah fikir manusia, dari konstruksi nalar manusia secara logik. Kebenaran secara logik ini dapat ditinjau dari sisi formal, yakni tanggung jawab prosedural olah pikir tersebut, dan dari sisi material, yakni dari isi atau substansi yang menjadi pokok pikiran. Untuk praktisnya dalam mencari kebenaran Pancasila secara teoretik-filsafati ini tidak diuraikan secara terpisah antara kebenaran dari sisi formal dengan sisi material, tetapi secara bersamaan.
Pada umumnya dalam olah fikir secara filsafati, dimulai dengan suatu axioma, yakni suatu kebenaran awal yang tidak perlu dibuktikan lagi, karena hal tersebut dipandang suatu kebenaran yang hakiki. Demikian pula para founding fathers bangsa Indonesia dalam membuktikan kebenaran Pancasila dimulai dengan suatu axioma bahwa :”Manusia dan alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam suatu pertalian yang selaras atau harmoni.” Axioma ini dapat ditemukan rumusannya dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea kedua, keempat dan dalam batang tubuh pasal 29, sebagai berikut:
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
. . . , yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, . . . .
Pasal 29 ayat (1)
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
Sebagai bahan banding dapat dikemukakan di sini axioma yang dikemukakan oleh bangsa Amerika dalam menetapkan demokrasi sebagai dasar bagi negaranya sebagai berikut :”We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed by their Creator with certain unalienable Rights, that among these are Life, Liberty, and the pursuit of Happiness. – That to secure these rights, Governments are instituted among Men, deriving their just powers from the consent of the governed.” Makna self-evident adalah sama dengan axioma, suatu kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi, dan bila axioma ini salah maka akan gugurlah segala kebenaran yang terjabar dari axioma tersebut.
Marilah kita mencari kebenaran-kebenaran Pancasila dengan meninjau prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya dengan bertitik tolak dari axioma tersebut di atas.
1. Sebagai konsekuensi logis dari axioma tersebut di atas, maka lahirlah suatu pengakuan bahwa alam semesta, termasuk manusia, adalah ciptaan Tuhan, dan Tuhan telah mengaturnya dengan hukum-hukum yang pasti, dan telah menyediakan segala hal yang diperlukan untuk memelihara kelangsungan existensinya, serta telah membekali dengan kompetensi-kompetensi tertentu pada makhluk yang diciptakanNya, maka sudah sewajarnya bila manusia patuh dan tunduk kepadaNya. Existensi segala unsur yang tergelar di alam semesta ini memiliki missinya sendiri-sendiri sesuai dengan yang digariskan oleh Tuhan. Bahwa segala unsur yang terdapat di alam jagad raya ini memiliki saling ketergantungan yang membentuk suatu ekosistem yang harmonis. Masing-masing memiliki peran dan kedudukan dalam menjaga kelestarian alam semesta. Pengingkaran akan missi yang diemban oleh masing-masing unsur akan mengganggu keseimbangan dan harmoni.
1.Namun di sisi lain Tuhan juga membekali manusia dengan kemampuan untuk berfikir, merasakan dan kemauan. Kemampuan-kemampuan ini berkembang lebih lajut menjadi kemampuan untuk berbicara dan berkomunikasi, kemampuan bermasyarakat dan sebagainya. Untuk dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut Tuhan juga mengaruniai manusia suatu hak yang disebut kebebasan. Berbagai pihak beranggapan bahwa hak harus dituntut karena hak ini berkaitan dengan kepemilikan yang hakiki, lupa bahwa sebenarnya hak adalah suatu kualitas etis atau moral yang diharapkan dapat membentuk suatu kesantunan moral yang ideal. Dengan keTuhanan Yang Maha Esa dimaksudkan bahwa manusia sadar dan yakin bahwa dirinya merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang berbudi luhur, yang patuh pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkanNya. Suatu ikhtiar sebagai upaya untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik yang merupakan implementasi kebebasan, dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan. Segala upaya yang dilakukan oleh manusia tidak dibenarkan bertentangan dengan apa yang menjadi missi manusia dengan kelahirannya di dunia. Tindakan yang mengarah pada perusakan, penghancuran adalah bertentangan dengan missi yang diemban oleh manusia. Yang dipergunakan sebagai acuan tiada lain adalah memayu hayuning bawono, mengusahakan agar alam selalu dalam keadaan yang paling kondusif bagi kelestariannya.
2. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tinggi martabatnya. Manusia dibekali oleh Tuhan dengan kemampuan untuk membedakan yang benar dan salah, yang baik dan yang buruk, yang adil dan zalim, dsb. Manusia selalu mengusahakan yang terbaik bagi dirinya, menghendaki perlakuan yang adil. Untuk mencapai hal tersebut manusia berusaha untuk menciptakan pola-pola fikir dan tindak yang bermanfaat bagi dirinya tanpa merugikan atau mengganggu pihak lain. Manusia didudukkan dalam kesetaraan; hak-haknya dihormati tanpa mengabaikan bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang wajib mengemban missi yang dilimpahkan oleh Tuhan kepadanya. Manusia didudukkan sesuai dengan harkat dan martabatnya sesuai dengan bekal-bekal dan kemampuan-kemampuan yang dikaruniakan oleh Tuhan. Hanya dengan cara demikian maka manusia diperlakukan dengan sepatutnya secara beradab.
3. Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, manusia akan berhadapan dengan manusia lain sebagai individu, dengan berbagai jenis kelompok atau golongan, dengan suatu kelompok khusus yang disebut negara-bangsa, dan dengan masyarakat dunia. Dalam hubungan ini pasti akan timbul kepentingan-kepentingan tertentu, dan masing-masing unsur berusaha untuk menonjolkan dan memperjuangkan kepentingannya. Bagi bangsa Indonesia yang memiliki dasar negara Pancasila, berusaha untuk mendudukkan setiap unsur pada peran dan fungsinya secara selaras atau harmonis. Yang diutamakan bukan kepentingan masing-masing unsur namun terpenuhinya kepentingan dari semua unsur yang terlibat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Adalah wajar bila dalam hidup berbangsa dan bernegara kita sebagai warga negara-bangsa menyerahkan sebagian dari kepentingan dan kebebasan kita demi kelestarian dan kebesaran negara-bangsa. Sebagai contoh adalah dipandang wajar suatu negara-bangsa menuntut pemuda-pemudanya untuk mengambil bagian dalam pertahanan negara, seperti bentuk wajib militer. Bahkan ada suatu negara-bangsa yang terpaksa mengambil tindakan secara tegas bagi warganegaranya yang menolak wajib militer tersebut. Tanpa menyerahkan sebagian dari kepentingan dan kebebasan individu tidak mungkin terbentuk suatu masyarakat yang disebut negara-bangsa.
4. Dewasa ini negara-negara di dunia sedang dilanda oleh demam demokrasi. Masing-masing negara berusaha untuk membuktikan dirinya sebagai negara demokrasi. Namun bila kita cermati, maka pelaksanaan demokrasi di berbagai negara tersebut berbeda-beda. Tidaklah salah bila UNESCO berkesimpulan bahwa idee demokrasi dianggap ambiguous, atau memiliki dua makna. Terdapat ambiguity atau ketaktentuan dalam sekurang-kurangnya dua segi, yakni mengenai lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipergunakan untuk melaksanakan idee demokrasi ini, dan mengenai latar belakang kultural dan historis yang mempengaruhi istilah, idee dan praktek demokrasi. Oleh karena itu suatu negara-bangsa yang ingin memberikan makna demokrasi sesuai landasan filsafat yang dianutnya dan mendasarkan diri pada sejarah perkembangan bangsanya dipandang wajar-wajar saja. Bahkan memaksakan suatu sistem demokrasi yang diterapkan pada suatu negara-bangsa tertentu untuk diterapkan pada negara lain yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dipandang suatu pelanggaran hak asasi. Oleh karena dipandang sah-sah saja bila bangsa Indonesia memiliki konsep demokrasi sesuai dengan dasar filsafat negara-bangsanya dan latar belakang budayanya, yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang diterapkan melalui lembaga-lembaga negara yang disepakati oleh para founding fathers.
5. Yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia dalam mendirikan negara adalah kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada maknanya suatu kesejahteraan hanya untuk sebagian kecil dari rayat Indonesia, karena akhirnya yang tidak memperoleh kesejahteraan ini akan menjadi beban dan tanggungan. Oleh karena itu konsep keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan suatu konsep yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai penterjemahan dari fahan kebersamaan dan faham persatuan dan kesatuan.
Dari uraian di atas nampak dengan jelas bahwa Pancasila dapat dipertanggung jawabkan dari tinjauan teoretik-filsafati, dari analisis dan pemikiran yang logik. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai-nilai universal yang diperjuangkan oleh bangsa-bangsa di dunia, meskipun dalam prakteknya menampakkan perbedaan-perbedaan. Kami yakin bahwa Pancasila dapat menjadi salah satu alternatif ideologi manusia di masa depan.
H. Justifikasi Sosiologik
Sesuai dengan penggagas awal, Ir. Soekarno, bahwa Pancasila digali dari bumi Indonesia sendiri, dikristalisasi dari nilai-nilai yang berkembang secara nyata dalam kehidupan rakyat Indonesia yang beraneka ragam. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila dapat diamati di berbagai masyarakat yang terserak dari Sabang sampai Merauke. Memang diakui bahwa dalam mempraktekkan nilai-nilai dasar tersebut terdapat perbedaan pada berbagai masyarakat; yang berbeda sekedar nilai praksisnya sedang nilai dasar adalah tetap sama. Dengan demikian maka Pancasila memang merupakan living reality dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Dari uraian di atas jelas bahwa bagi bangsa Indonesia tidak perlu ada keraguan mengenai Pancasila baik sebagai dasar negara, sebagai ideologi bangsa, maupun sebagai pedoman untuk bersikap dan bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini terbukti dari analisis baik ditinjau dari segi yuridik, teoretik-filsafati, maupun sosiologik.
Masalah berikutnya adalah bagaimana Pancasila ini dapat dijabarkan lebih jauh sebagai pedoman, panduan dan acuan bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila ini perlu dijabarkan ke dalam berbagai norma sehingga dapat dijadikan pedoman bertindak, dalam menentukan pilihan, dalam mengadakan penilaian dan mengadakan kritik terhadap peristiwa atau kebijakan yang digariskan oleh pemerintah. Tanpa membuminya Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, pembuktian yang diungkapkan di atas tidak memiliki makna sama sekali, sehingga sekedar suatu wacana belaka.